SELAMAT DATANG...

Blog ini saya gunakan sebagai Media Komunikasi dan Informasi dan sekaligus menjadi wadah untuk menuangkan inspirasi-inspirasi yang ada.
Sebagai perkenalan pertama, yang perlu diketahui saya seorang Peneliti Komunikasi Politik pada

Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Informatika Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Pusat 10110 Lt. 4 Gedung Belakang





Selasa, 18 November 2008

LAPORAN HASIL TEMU ILMIAH PENELITI X CISARUA BOGOR, 30 Oktober – 1 November 2008 dan BIMTEK Penelitian 1 November – 2 November 2008

Temu ilmiah Peneliti ke X ( sepuluh ) tahun 2008 ini bernuansa ilmiah dan betul – betul mengesankan kompetisi positif antar peneliti senior dari junior, yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober s/d 31 Oktober 2008, kemudian di lanjutkan dengan Bimtek (Binbingan Teknis) pada tanggal 1 November s/d 2 November 2008 di tempat yang sama. Temu Ilmiah Peneliti X sebagai penyelenggara Pusat Pengembangan Profesi Kominfo, sedangkan Bimbingan Teknis Peneliti dilakukan sesudah itu dengan penyelenggara Bagian Kepegawaian Badan Litbang SDM Depkominfo.

Pengarahan dilakukan oleh Kepala Badan Litbang SDM Depkominfo Bpk, AIZIRMAN DJUSAN, M.Sc. E.con kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari Depkominfo yang di bacakan oleh staf ahli menteri ( SAM ) Bidang Media Massa Bpk Drs. Henry Subiyakto, SH, MA. Untuk Temu Ilmiah kali ini terpilih 10 (sepuluh) kumpulan karya ilmiah peneliti yang berhak dipersentasikan di depan Tim Penilai maupun para Peneliti dari Badan Litbang SDM dan dari 8 UPT Badan Litbang SDM yang ada di seluruh Indonesia.

Sebagai informasi Tim Penilai terdiri dari 5 orang Pakar di Bidang Komunikasi dan Informatika serta Pakar Metodologi. Yakni 1.. DR. Gati Gayatri, MA (Badan Litbang SDM Depkominfo). 2. DR. Udi Rusadi, MS ( Depkominfo). 3. DR. Enisar Sangun, MS. Pakar Metodologi (IPB). 4. Prof. RIS. Rusdi Mukhtar, MA (LIPI). 5.. Prof. DR. Ibnu Hamad, M. Si. Pakar Komunikasi (UI). Sedangkan keseluruhan jumlah peserta yang hadir dan diundang lebih kurang 60 orang peserta.

Ada sekitar 33 ( tiga puluh tiga ) naskah penelitian yang masuk ke Pusbang Profesi Kominfo Badan Litbang SDM tapi yang terpilih 10 (sepuluh) terbaik, kemudian dipersentasikan saat Temu Ilmiah ke X dari 10 terbaik dipilih 5 (lima) besar atau THE BEST FIVE yaitu :

Juara I :Inasari Widiastuti, S. Kom. dari BP2KI Jogjakarta Dengan Judul : “ Perancangan dan Evaluasi Algoritma Mobility Management Pada Jaringan Satelit Teledesic”.

Juara II :Drs. Topo Hudoyo dari BP2KI Jogjakarta, Dengan Judul : “Tanggapan Masyarakat Terhadap Peraturan Menkominfo No.23 Tahun 2005 Tentang Registrasi Pengguna Kartu Pra Bayar di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Bali”.

Juara III : Dra. H. Laila dari BP2KI Banjarmasin, Dengan Judul : “Kesiapan Masyarakat di wilayah Kalimantan Menggunakan Tehnologi Informasi dan Komunikasi”.

Juara IV : Dra. Hasyim Ali Imran dari BP2KI Jakarta, Dengan Judul : “Representasi Opini Media Dalam Konstruksi Realis Isu Korupsi Soeharto”. ( Analisis Semistika Sosial Terhadap Isu Penyelesaian Hukum Kasus Korupsi Soeharto dalam Editorial skh. Republika)”.

Juara V : Dra. Azwar Azis, MM dari Puslitbang Postel, dengan Judul : “Persaingan Telepon Seluler Dalam Upaya Meningkatkan Penggunaan Kartu Pra Bayar “. ( Studi khasus pada kartu Pra Bayar XL)”.

Sebagai ilustrasi saja kalau sebelum tahun 2008 semua Naskah Hasil Penelitian diseleksi oleh Kepala Balai Masing – Masing, Untuk tahun 2008 semua Naskah Hasil Penelitian Dikirimkan via Email ke Bu Gati dan Pak Heri Kristanto dari Pusbang Profesi Kominfo. Terpilih menduduki Ranking I Terbaik tahun 2008 dan Ranking I terbaik Tahun 2007 diikutsertakan ke Korea Selatan dalam rangka studi banding berangkat tanggal 30 November 2008. yang menarik lagi adalah Ranking I tahun 2008 Sdri. Inasari Widiyastuti masih berstatus CPNS sedang mengikuti Diklat calon Peneliti Tingkat Pertama LIPI ( Gelombang XIII) Tahun 2008 dan mengalahkan 9 orang peneliti senior yang ada sekarang di Badan Litbang SDM Dep. Kominfo.

Selain itu perlu ditambahkan pula ketika penulis menjadi moderator ada dua orang penyaji yang tampil menjadi juara I dan Juara III, Sedangkan bu Tatik dari Puslitbang Postel dan Budiman S.Sos dari B2P2KI Medan tidak masuk 5 besar . Saya memang sengaja mempromosikan calon peneliti Mbak Inasari dan ternyata di respon oleh Floor. Secara antusias dengan mengatakan inilah kader masa depan kita mari kita berikan aplaus yang meriah dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada peneliti senior yang ada.

Acara dilanjutkan dengan kegiatan ceramah yang dibawakan oleh DR. Amru H. Nazif ( LIPI) dengan Materi “Etika Pejabat Fungsional Peneliti di Indonesia” dan Indra Budi P.HD. M.Kom, Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Komputer ) dengan materi “Pembekalan Perkembangan Riset Bidang TI di Indonesia”.

Kemudian pada tanggal 1 November s/d 2 November 2008 dilaksanakan Bimtek ( Bimbingan Teknis) fungsional peneliti, pesertanya adalah semua peneliti yang mengirimkan naskah yang terpilih maupun tidak terpilih tetapi keseluruhan dibatasi Cuma 25 orang se Indonesia sasarannya adalah untuk mengedit / memperbaiki setiap naskah laporan penelitian, agar layak di publikasikan di jurnal ilmiah, dengan pemandu Dr. Gayatri MA. dan Prof. Ris. Rusdi Muhtar, M.A. dari LIPI. Masing – masing peserta diwajibkan bawa laptop untuk memudahkan perbaikannya dan langsung saat itu juga diperbaiki agar bisa langsung dimuat nantinya pada Jurnal Ilmiah.

Saya juga tanda tanya kok kesempatan kali ini Pak Bashori nggak diundang ya ? ini Cuma tanya saja kok, kemudian mengenai tindak lanjut pembentukan asosiasi Peneliti bidang Kominfo kok adem ayem, padahal sudah dimulai dengan Deklarasi Manado beberapa bulan yang lalu. Kemudian diakhir tulisan ini kok saya merasa kehilangan dalam mimpi, eh--…..-- benar saja ternyata ibu Gati Gayatri kena mutasi menjadi Kapus Kesra di BIP dan digantikan dengan Pak DR. Udi Rusadi MS. yang semula bertugas sebagai salah satu Direktur pada Ditjen SKDI. Selamat jalan Bu Gati, selamat datang Pak Udi kami tunggu aksi selanjutnya.

Baca selengkapnya...

Joke – joke / Informasi yang terekam oleh penulis pada tanggal 30 s/d 31 Oktober 2008 saat Temu Ilmiah peneliti ke X di Bogor :

 Deskriptif bukan masalah yang paling bawah dalam penelitian.
 Yang saya hormati para moderator dan seorang penyaji.

* Kan yang sebenarnya terbalik kan ?

 Etika adalah proses Ilmiah menjadi benar dan baik serta non-diskriminasi. ( DR. AMRU NAZIF- LIPI ).

* Betul itu pak……………gak boleh fanatik terhadap satu aspek saja. Misalnya maniak kwantitatif, mengagungkan semiotika sosial atau CDA, maniak kwalitatif dst.

 Nulis wajib bagi seorang peneliti tapi harus mempunyai etika ciri – cirinya antara lain :
1. Menghasilkan pengetahuan .
2. Mengikis ketidaktahuan dan kemasa bodohan masyarakat terhadap sekitarnya.
3. Mencari dan menemukan jalan keluar dan pemecahan yang di hadapi masyarakat luas.
 Ignorent : Rasa – rasanya tahu tapi tidak tahu (ketidaktahuan dan kemasa bodohan).


* Sambil pegang-pegang jenggot ……..ya jawabannya kira-kira aja………….
 Berkomunikasi adalah mendesiminasikan ilmu pengetahuan untuk Norma – Norma penelitian kalau hanya KTI (Karya Tulis Ilmiah yang diandalkan ; kapan anda mau menjadi APU) ? makanya hasil seminar, diskusi, debat terbuka yang sesuai dengan kepakaran dimasukkan sebagai komponen utama angka kredit.
* Lantas kalau begitu menjadi tugas siapa dong ? sudah barang tentu LIPI dong ya kan………!

* Apa nggak salah alamat pak, wong LIPI yang punya hak menentukan masuk komponen utama atau penunjang kok malah bertanya pada audience ha………ha…ha………ha…

 LIPI : Lembaga Ilmu Politik Indonesia.

 4 Jenis Ilmuwan :

1. Ilmuwan nganggur, Contoh : Prof. angkat – angkat tas, ngajar sana – sini tapi honornya kecil, dsb.
2. Ilmuwan tidur : Ignorent.
3. Ilmuwan Peneliti : Melakukan Pengkajian dan Penelitian.
4. Ilmuwan Pendidik : dosen, guru, pengajar.
 Ilmuwan Peneliti Belajar masalah etika :
• Dari teorinya.
• Dari teladan seniornya.
• Ilmuwan Peneliti modern : memerlukan pembekalan kiat mengatasi godaan dalam berbagai bentuk.

 Perlunya penjabaran management Stress
 FGD hendaknya di kelompok – kelompokkan sebagai masukan agar masuk DIPA : biar para peneliti selamat.
* Untuk kejar jam tayang coi, understand !.
 LKMD : Lebih Kurang Mohon Dimaafkan.
 Kata – kata sejauh mana : ya tarik saja benangnya.
• Maksudnya dalam Perumusan Masalah jangan pakai kata-kata sejauh mana, ujar Prof.DR.Ibnu Hamad,M.Si kalo lanjutnya lagi tidak tahu ngukurnya seperti apa, seberapa kuatkah atau seberapa besarkah, serta bukan pertanyaan di pasar dan seterusnya.
• Yang ini Profesor beneran lho yang bicara !!! jadi nggak boleh main-main.
 Etika peneliti perlu ditegakkan untuk menjawab keraguan publik. Lesson leran yang kurang lebih maknanya peneliti mesti memainkan peran sebagai ilmuwan.(DR. Gati Gayatri, MA. ) .
• Saya sangat tahu apa maksudnya ini antara lain adalah untuk menghindari plagiat atau copy paste atau sebagai upaya meningkatkan kualitas peneliti, ha ……ha …..ha …….ha ……ha ……

Peneliti dapat angka kredit tanpa langgar etika :

 Iklim Kondusif.
 Atasan yang cenderung menghambat.
 Front Terdepan bidang ilmunya.
 Kumpulan dari internet.
 Buat proposal yang baik.

 DR. Udi Rusadi, MS. : Bedakan pendekatan dengan teknik. Buat FGD kecil-kecilan untuk merumuskan masalah.Saya berempati karena dulu saya juga peneliti. Kok judul-judul penelitiannya dari dulu-dulu sama saja ya, kebanyakan kita ini adalah penikmat bukan pengamat ilmiah. Soal metodologi tidak ada yang korelatif atau regresi. Kecenderungannya semua Flat atau datar saja.

 DR. Indra Budi, M.Kom : 1 atau satu tahun saja Indonesia bisa cetak 10.000 orang sarjana Informatika, itu baru yang PTN saja belum yang PTS

* Persoalannya pak, Para Sarjana Informatika yang ada sekarang gak diberi penghargaan jadi gak mau jauh dari kota besar itu kataku hi……hi….he….he….benar apa tidak ??/

Baca selengkapnya...

Senin, 20 Oktober 2008

EFEK BRADLEY BISA “ANCAM BARACK OBAMA“SAAT HARI H PILPRES USA, 4 NOVEMBER 2008.( ULASAN KOMUNIKASI POLITIK )

Debat terahir hari kamis, 16 oktober 2008 pukul 08.01 WIB disiarkan secara langsung oleh Metro TV berdurasi kurang lebih 90 menit di universitas HOFSTRA, LONG ISLAND, NEW YORK, Amerika Serikat berlangsung denagn mulus yang dimoderatori oleh seorang reporter / wartawan kawakan BOB SCHIEFFER dari CBS News.

Barack Obama Capres dari Partai Demokrat berhadapan langsung dengan Capres dari Partai Republik Jhon. Mc. Cain. Siaran ini ditanyangkan ke seluruh pelosok dunia untuk Indonesia ditanyakan langsung oleh Metro TV ( LIVE EVENT VS. ELECTIONS PRESIDENTIAL DEBATE ).

Sedemikian serunya perdebatan kedua Capres tersebut, yang pada awalnya dititik beratkan pada persoalan ekonomi yang sedang dihadapi Amerika Serikat yang kemudian menjadi krisis global di Eropa, Asia Pasifik dan Indonesia sebagai negara berkembang.

Pada awal pertanyaan putaran ketiga ini BOB SCHIEFFER bertanya kepada kedua kandidat tentang paket solusi ekonomi lebih baik dibanding rival anda ? kedua kandidat menyampaikan pandangan dari sudut program ekonomi, energi, pemberdayaan usaha dan pajak secara menyakinkan kemudian saling serang satu sama lain ( konfrontatif ) tapi yang pasti masih dalam batas – batas etika dan normatif.



Sebagai contoh Mc. Cain sebagian besar memainkan pola menyerang terhadap lawan seraya menentang kebijakan dan menyerang karakter OBAMA. Sebaliknya Obama terus-menerus mengaitkan Mc. Cain dengan Presiden George W. Bush dan menyamakan kebijakan – kebijakan mereka. Sampai – sampai Mc. Cain jengkel dan berbalik menegaskan, “ Saya bukan Presiden Bush. Kalau anda mau melawan Presiden Bush, mestinya empat tahun lalu sedangkan saya akan memberikan arahan baru bagi perekonomian dan bangsa ini “, tukas Jhon Mc. Cain ( Manado Post jumat, 17 oktober 2008 hal 13 ).

Menurut jajak Pendapat CNN / OPINION RESEARCH CORPORATION BARACK OBAMA memperoleh dukungan 58 % Jhon Mc. Cain 31 %, dan yang abstain 11 %. Ini membuktikan Obama unggul selama masa kampanye. Namun yang menjadi persoalan adalah apakah hasil survey tersebut sudah bisa menjamin pada hari H pemungutan suara 4 November 2008 saya kira tidak ada jaminan, sebab dunia politik sulit di tebak dengan ukuran metematis segala sesuatu bisa saja terjadi diluar-dugaan.

“ Ada kekhawatiran bahwa sebagian pemilih kulit putih tidak jujur saat ditanyai dalam polling – polling. Saat di survey mereka mengaku mendukung Obama, Namun saat pemilihan nanti, mereka memilih Jhon. Mc. Cain “. ( Komentar, Jumat, 17 Oktober 2008, hal 9 ).

Fenomena ini cukup beralasan diutarakan karena pada tahun 1982 yang lalu pernah ada seorang politikus kulit hitam Amerika Serikat yang bernama TOM BRADLEY ; saat dilakukan polling ia selalu unggul tapi pada hari H perhitungan suara kalah tipis dalam pemilihan Gubernur California.Kekalahan Bradley ini mengagetkan banyak pihak termasuk para politikus dan pengamat A.S.

Selanjutnya mereka menyimpulkan bahwa saat survey dilakukan para pemilih kulit putih tidak jujur tentang pilihan mereka sebenarnya. Sejak saat itu pula para penyelenggara polling sangat mempertimbangkan faktor “ Efek Bradley ” dalam pemilihan yang menampilkan kandidat kulit hitam.

Perlu di catat dan diingat pula bahwa dalam sejarah di Amerika Serikat, RAS merupakan salah sebuah isu sensitif di USA disamping kesenjangan sosial terus – menerus antara kulit putih AS dan kulit hitam AS. Perlu juga diketahui bahwa 13 % populasi warga AS yang ada di USA didomisili oleh warga kulit hitam.

Ternyata juga negara Adi Daya seperti Amerika Serikat pun masalah rasialis belum bisa di hilangkan sama-sekali. Namun demikian jika USA ingin ada perbaikan kedepan , efek Bradley mesti dikesampingkan, Artinya pemilih kulit putih mesti jujur dengan dirinya sendirinya pada hari H pemungutan suara tanpa membedakan ras lagi. Barack Obama dan Jhon. Mc Cain adalah sama – sama warga Negara USA tanpa membedakan asal – usulnya secara etimologis.

Yang penting siapa pun yang menang diantara mereka bisa memberi angin segar bagi perubahan di USA ,dalam mengatasi krisis ekonomi dan kebijakan luar negeri USA yang sekarang sudah amburadul alias sulit dikendalikan mudah – mudahan dampak efek Bradley tidak terjadi pada hari H nanti, sehingga apa yang dikhawatirkan oleh pengamat politikus atau lembaga polling tidak akan terjadi lagi.

Amerika Serikat saja yang dengan berbagai julukan masih terdapat terjadi faktor X nya ? walau tidak begitu mendominasi , konon lagi yang seperti Indonesia yang masih dalam status negara berkembang. Sehingga USA bisa lebih dewasa dalam berdemokrasi atau berpolitik. Yang pasti jangan bandingkan Indonesia dengan Amerika Serikat. Ya kan !!!!!!!!!.

Baca selengkapnya...

Senin, 13 Oktober 2008

RESEARCHER NOT SCIENTIST, PASTI PERNAH MENGALAMI KEGAGALAN BENARKAH..????

Munculnya ide menulis seperti judul diatas terinspirasi dari tulisan pertama dengan judul : “Menjaga Eksistensi Peneliti Perlukah ?”.Tanggal 1 November 2007 di www.ramonkaban.blogspot.com yang kedua tulisan dari Benyamin Lakitam seorang Guru Besar Universitas Sriwijaya dengan judul : “Tahun 2009, ujian Bagi Peneliti” tanggal 19 September 2008 di Harian Kompas, Jakarta. Yang ketiga adanya kekuatiran akan kualitas peneliti yang ada sekarang di Badan Litbang SDM dan 8 UPT yang ada di Indonesia yang berjumlah hampir 100 orang.

Adanya beberapa ilustrasi yang perlu kita renungkan bersama :

 Kegagalan sebuah sukses yang tertunda.
 Kegagalan bukanlah sebuah aib.
 Kegagalan hal biasa dalam dunia penelitian.
 Kegagalan sebagai awal dimulainya pengetahuan.
 Kegagalan faktor pemicu keberhasilan
 Kegagalan jangan berulang kali pada hal yang sama.
 Kegagalan sebagai motivator peningkatan kualitas.
 …….etc.

Yang paling penting adalah kalau sudah gagal harus dicari apa faktor penyebabnya ? Perlunya dicari faktor penyebab agar kegagalan tidak lagi dilakukan oleh orang lain, yang akan meneruskan penelitian tersebut (baik diri kita atau orang lain). Sedemikian urgennya sebuah hasil penelitian bila benar – benar dilakukan secara profesional dan dipakai oleh user. Merupakan sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya dibandingkan dengan apapun. Penulis ingin menepis anggapan bahwa tidak benar bahwa kinerja peneliti yang rendah merupakan akibat dari rendahnya alokasi biaya untuk penelitian.

Hasil penelitian yang baik bila dilakukan secara profesional pasti akan mendatangkan manfaat bagi pengguna (user) dan kemungkinan besar pihak user akan memesan (order) lagi untuk penelitian selanjutnya. Hal ini dikuatkan oleh rendahnya dukungan pembiayaan serta kurang tersedianya sarana dan prasarana penelitian telah menjadi alasan hengkangnya beberapa peneliti dari beberapa LPND ke lembaga riset Luar Negeri (Kompas, 11 september 2008).

Khusus untuk penelitian yang ada di Badan Litbang SDM Dep Kominfo R.I dan 8 UPT (6 BP2KI dan 2 B2P2KI) yang tersebar diseluruh Indonesia, mayoritas Kepakaran Peneliti adalah Ilmu Sosial atau Ilmu Komunikasi, baru Tahun 2009 akan ada formasi Peneliti bidang Informatika.

Sedemikian tingginya hasil penelitian yang diharapkan sudah barang tentu tidak bisa dilepaskan dengan sang Peneliti tersebut (sangat inherent dan interdependensi). Maksudnya yaitu SDM Internal Peneliti. Misalnya : Bahasa Inggris, Metodologi, Teorinya, jaringannya dengan pihak eksternal dan lain – lain. Oleh sebab itu maka menurut penulis ada beberapa hal pokok atau faktor dominan yang membuat seorang peneliti tidak berhasil.

KEGAGALAN PENELITI DISEBABKAN BEBERAPA FAKTOR :

1. Sang Peneliti kurang latihan ( EXERCISE ).
2. Sang Peneliti kurang bahan ( LITERATURE ).
3. Sang Peneliti kurang baca ( READING HABIT ).
4. Sang Peneliti gak punya kelompok diskusi ( TEAM WORK ).
5. Sang Peneliti gak punya bakat / talenta meneliti , tapi YBS sudah jadi Peneliti.
6. Sang Peneliti gak pernah keluar kandang / Punya Profesi lain.
7. Sang Peneliti hanya butuh duit penelitian.
8. Sang Peneliti ……..etc ( jawab sendiri dong ).

Yang perlu diingat (remember) adalah motto seorang PURE RESEARCHER adalah LONG LIFE EDUCATION, BUT I THINK INCLUDE RESEARCHER yang rangkap struktural juga. Para Peneliti saya sebut si Sang jangan GR dulu tapi hanya untuk menghargai profesi saja, tidak ada maksud menghina atau mengejek sama sekali Wong saya juga kan bagian dari Korps Peneliti kok.
Fenomena ini menarik dibahas karena ada asumsi bahwa semua kebijakan yang akan dikeluarkan oleh decision maker, mesti melalui sebuah hasil penelitian atau kajian ini artinya adalah SANG PENELITI harus berkualitas sebuah tuntutan yang tidak bisa dihindari. Hal ini berlaku bagi semua Peneliti dari Departemen teknis, Peneliti dari LPND, Peneliti dari Perguruan Tinggi baik Negeri ataupun Swasta Maknanya bahwa setiap hasil penelitian sedemikian pentingnya, oleh sebab itu kita kepingin Peneliti yang ada sekarang wajib meningkatkan mutunya.
Persoalan lain muncul lagi sekarang banyak sekali hasil penelitian yang tidak berguna, karena tidak dimanfaatkan user? Bisa saja karena kurang koordinasi atau tidak dipublikasikan atau disimpan dalam rak lemari atau memang tidak berkualitas. Kalau ada pertanyaan masyarakat (publik) tentang kontribusi penelitian terhadap pembangunan nasional ; hanya dapat dijawab dengan apabila hasil penelitian diadopsi oleh pengguna baik oleh kalangan bisnis, masyarakat umum atau dalam rangka pengambilan kebijakan.
Biarlah masyarakat luas yang akan menilai bagaimana kinerja para peneliti kita ? ekspektasi masyarakat pada para Peneliti cukup tinggi kalau kita tidak percaya lagi pada para Peneliti lalu kepada siapa lagi kita percaya ?.
Ada 3 solusi menurut penulis yang bisa jadi rekomendasi agar Peneliti dapat berkontribusi dalam pembangunan :
1. SDM, internal Peneliti mesti ditingkatkan.
2. Anggaran penelitian mesti ditingkatkan.
3. Hasil penelitian dipakai oleh pengguna (user).

Baca selengkapnya...

Kamis, 25 September 2008

RESUME RADIN KOMINFO 25-26 AGUSTUS 2008

HOTEL REDTOP, PECENONGAN JAKARTA
Rapat Dinas ( Radin ) Departemen Komunikasi dan Informatika RI Tahun 2008 dilaksanakan adalah dalam rangka menciptakan sinergi serta kesamaan Visi dan Misi di bidang Kominfo Tahun 2009, sekaligus sebagai tindak lanjut atas rekomendasi yang di hasilkan melalui Rakormas Dep. Kominfo Tahun 2007 yang lalu.
Adapun peserta Radin kali ini adalah seluruh Pejabat Eselon I, Eselon II, Eselon III, tertentu di pusat, Kepala MMTC Yogyakarta, Para Kepala BPPI se Indonesia, Para Kepala Balmon / Loka Monitoring frekwensi se Indonesia, Kepala Museum Pers, Surakarta, Dinas PT Pos Indonesia Bandung, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), Dewan Pers, KPI, LKBN, Antara Mitra Kerja Dep Kominfo yang lebih kurang jumlah pesertanya 220 orang. Tema yang diangkat adalah “ AKSELERASI PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO YANG SINERGI DAN TERINTEGRASI DALAM RANGKA MENCAPAI SASARAN STRATEGIS DEPARTEMEN KOMINFO 2009 “.

Mekanisme pelaksanaan Radin terdiri dari yang sifatnya pencerahan berupa ceramah dan pengarahan dari Menkominfo R.I., Dua orang nara sumber / pembicara pakar di bidang komunikasi dan informatika. Untuk penelitian peserta Radin dapat pembekalan untuk mengikuti diskusi panel dengan pembicara internal depkominfo antara lain :

1. Direktur jenderal POSTEL dengan judul :
“ TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL RAKORNAS 2007 BIDANG INFRASTRUKTUR POS, TELEKOMUNIKASI DAN SASARAN STRATEGIS 2009 “
2. Direktur Jenderal APTEL dengan judul :
“ TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL RAKORNAS 2007 BIDANG APLIKASI TELEMATIKA, DAN SASARAN STRATEGIS 2009 “
3. Direktur Jenderal SKDI dengan judul :
“ TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL RAKORNAS 2007 BIDANG SARANA KOMUNIKASI DISEMINASI INFORMASI, DAN SARANA STRATEGIS 2009 “
4. Kepala Badan Litbang SDM dengan judul :
“ TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL RAKORNAS 2007 BIDANG LITBANG DAN PENGEMBANGAN SDM KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, DAN SARANA STRATEGIS 2009 “
5. Kepala Badan Informasi Publik dengan judul :
“ TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL RAKORNAS 2007 BIDANG LAYANAN INFORMASI PUBLIK, DAN SASARAN STRATEGIS 2009 “
6. Inspektur Jenderal dengan judul :
“ STRATEGI PENGAWASAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM RANGKA MENDUKUNG UPAYA PENINGKATAN KERJA DEPARTEMEN DEPKOMINFO “


Dari External dua orang pembicara yaitu :
Prof. DR. FELIK O SOEBAGJO, SH, MH guru besar fakultas hukum Universitas Indonesia dengan judul : “ PERKEMBANGAN HUKUM EKONOMI DI INDONESIA SUATU CATATAN UNTUK DEPKOMINFO “. Dan dari Ditjen Pajak, Departemen Keuangan yang dieakili oleh Diretur Humas Pajak dengan judul : “ SUSET POLICY DI BIDANG PERPAJAKAN “. Pembicara terahir adalah seorang expent di bidang marketing yaitu Hermawan Kertajaya dari Surabaya yang secara panjang lebar menjelaskan tentang perlu horisontalisasi Kominfo, untuk menghindari ego sektoral termasuk Refreshing Marketing dengan buku karangannya : “ THE NEW WAVE MARKETING “. Jurus ampuhnya pakar pemasaran tersebut menjelaskan tentang 4 C : CUSTOMER, COMPETITOR, COMPENY, dan CONECTOR. Dengan penjelasan berikut contoh-contohnya.

Acara selanjutnya diskusi panel siding komisi dan siding pleno Komisi. Untuk Komisi dibagi empat terdiri dari :

1) Komisi I : Pemanfaatan Regulasi Bidang Kominfo.
2) Komisi II : Percepatan Pembangunan dan Penyadiaan Infrastrutur Bidang Kominfo.
3) Komisi III : Pemantapan Diseminasi dan Layanan Informasi Publik.
4) Komisi IV : Pemantapan Kabijakan Litbang dan Pengembangan SDM Bidang Kominfo.

Terus terang saya akui tidak ada interversi sama sekali dari atasan / pimpinan dalam pemilihan komisi – komisi , tapi walaupun demikian semua peserta sadar dan tahu betul masuk ke komisi dilihat dari tupoksi masing – masing sehingga ketika terjadi diskusi betul – betul berisi dan bermanfaat istilah orang jawa “ Tidak Asal Njeplak”.
Arahan Pak Sekjen yang patut disimak adalah perlunya penguatan di sektor perposan, sektor telekomunikasi sektor penyiaran agar mampu bersaing secara regional dan global kedepannya. Tentu dengan sudah adanya 2 UU yaitu UU ITE dan UU KIP membuat tugas Depkominfo menjadi berat kedepannya. Sebagai contoh, “ Pemberlakuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik, dimana didalamnya mengatur kewajiban badan / lembaga publik termasuk pejabat public untuk memberikan informasi yang harus diketahui dan dibutuhkan oleh masyarakat, jika badan / lembaga atau pejabat public yang mengolah informasi publik termasuk informasi mengenai pengelolaan dana publik dan anggaran pembiayaan pembangunan, dalam menjalankan tugasnya tidak memenuhi permintaan mastarakat atas informasi yang di benarkan oleh UUKIP untuk diketahui oleh masyarakat, maka badan / lembaga atau pejabat publik yang bersangkutan akan terkena sangsi pidana. Oleh karena itu, dalam rangka pemberlakuan UU KIP tersebut, perlu kesiapan seluruh jajaran Depatemen Kominfo, untuk mengantisipasi pemberlakuan UU tersebut , sementara tantangan kedepan yakni bidang legal dan perizinan.
Namun demikian perlu sekali dilakukan sosialisasi / desiminasi informasi kedaerah – daerah dengan segera agar apa yang di kawatirkan Pak Syukri Batu Bara Inspektur II Itjen Depkominfo tidak terjadi. Katanya “ Semua yang diundangkan dianggap masyarakat tahu “ akan celaka kita kalau benar-benar terjadi seperti tersebut.
Selanjutnya Pak Menteri juga mengatakan “ Ubahlah Paradigma dari Vertikalisasi menjadi Horisontal agar tidak terjadi ego sektoral diantara kita “. Hal ini diperkuat lagi oleh Staf Menteri Pak Sekjen yang mengatakan “ Terkait dengan program dan kegiatan pembangunan bidang Komunikasi dan Informatika pengalaman beberapa tahun terahir, didapati adanya tumpang tindih antar kegiatan satker satu dengan satker lainnya di lingkungan Departemen Kominfo, Kondisi tersebut menyebabkan Capaian strategis menjadi tidak focus, tidak optimal, bahkan tidak efektif dan tidak efisien”.
Akhir tahun 2008 diharapkan kita sudah migrasi data ke Open Souse. Maka akhir – akhir ini baik dipusat atau didaerah sedang gencar – gencarnya dilakukan diklat Open Souse. BPPI diharapkan juga disamping bekerja sesuai tupoksi , kategori penelitian mesti meliput 3 C yaitu Computing, Conten dan, Comunication termasuk juga badan litbang SDM.



Bagan II & III : Kutipan Dari Persentase Kepala Badan Informasi Publik hal : 4.


 Bagan IV & V : Kutipan Dari Persentase Inspektur Jenderal hal : 3


 Bagan VI & VII : Kutipan Dari Persentase Inspektur Jenderal hal : 4.


 agan VIII & IX : Kutipan Dari Persentase Badan Penelitian dan Pengembangan SDM hal : 2.


 Bagan X & XI : Kutipan Dari Persentase Dirjen Postel hal : 1


 Bagan XII & XIII : Kutipan Dari Persentase Dirjen Postel hal : 2


 Bagan XIV : Kutipan Dari Persentase Dirjen Postel hal 1.


 Bagan XV dan XVI : Kutipan Dari Persentase Guru Besar Fakultas Hukum UI hal : 1.






Sekuensi orang Bekerja :

1. Kerja berbasis ide.
2. Aktivitas.
3. Result.
4. Resources ( manajemen ).
5. Value ( nilai ).






Joke – Joke ilmiah / umum :

 B : Bloger ( Dirjen Aptel ).
 W : Wikipedia ( Dirjen Aptel ).
 S3 : Sudah sangat sepuh ( Hermawan Kertajaya ).
 Reformasi birokrasi : Modernisasi administrasi (Dit. Humas Pajak Ditjen Pajak).
 Basis Tehnologi Digital : Generasi telematika (Dirjen Aptel).
 Yang namanya e-government, e- learning, e- educatian, e- Procurement, e- dll. Sekarang ini sudah menjadi mobil (fortable Application) Dirjen Aptel.
 Software legal : salah satu dari flagship program Detik – Nas. Jangan digunakan software bajakan.
 Horisontalisasi kominfo konsep untuk hindari ego sektoral ( Hermawan Kertajaya ).
 KACANG : Kakean Cangkem istilah Surabaya ( Menkominfo ).
 Era IT perlu orang IT.
 Kelemahan orang pinter : Sulit menerima ide orang lain ( Menkominfo ).
 Depkominfo diharapkan jadi motivator agar masyarakat melek IT khususnya di daerah – daerah.
 Pak Cahyana bilang istilah UNSTOPPABLE TRAIN dalam paparannya, Pak Aizirman bilang istilah NEVERENDING TRAIN. Gak mau kalah juga, yang penting sama – sama Eselon I lah.
 Diingatkan pada KA UPT Depkominfo di daerah agar bersiap diri menyongsong UU KIP Tanggal 30 April 2010 ( KA BIP ).
 Ada 3 musuh negara sekarang yaitu : Terorisme, Narkoba, KKN dan ada satu lagi yaitu SARS ( Selingkuh Antar Rekan Sekantor ).











Baca selengkapnya...

Rabu, 24 September 2008

Tinjauan dari Perspektif Komunikasi Politik : WACANA RUU PORNOGRAFI DI MEDIA, PERLUKAH DIPERDEBATKAN ?

PRO – KONTRA tentang sebuah topik aktual yang kontroversial di media dalam sebuah demokrasi di negara berkembang adalah hal biasa manakala semua pihak dewasa dalam menyampaikan pendapat, perdebatan dianggap sebagai khasanah dalam pematangan dalam berdemokrasi yang terpenting tidak dilakukan dengan cara – cara anarkis atau memperlebar dikotomi antara daerah / budaya yang satu dengan yang lainnya. Karena Apa ? Negara ini dibentuk atas dasar keanekaragaman suku (etnis ), agama, ras, golongan, daerah serta Folkways atau kebiasaan dalam masyarakat serta kemajemukan lainnya.

Ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi diekspos oleh media massa baik cetak atau elektronik, pada saat itu pula publik merespon eksistensi serta tujuan RUU dipercepat, padahal masih banyak lagi RUU yang lebih penting dari RUU Pornografi tersebut. RUU yang bernama APP (Anti Pornografi dan Pornoaksi) digulirkan sejak tahun 1999, tetapi sejak tahun 2004 hingga sekarang kontroversi masyarakat semakin tinggi, sebab ada beberapa pasal yang mengundang perdebatan publik secara luas khususnya Pasal 14, Pasal 21 dan Pasal 22.
Resistensi terhadap eksistensi RUU Pornografi datang bukan hanya dari kalangan LSM, akademisi atau pengamat saja namun datang juga dari masyarakat Bali, Papua, Maluku, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara.
Pertanyaan yang muncul antara lain : Kenapa kok sebegitu jauhnya negara mengatur wilayah privacy orang? Bagaimana dengan fungsi edukasi media massa ? Mengapa tiba–tiba muncul lagi padahal sudah lama hilang ? Tidak adakah RUU yang lain yang lebih penting dari RUU Pornografi itu ? Benarkah RUU Pornografi ini untuk kepentingan negara dan rakyat ? Apakah hanya keinginan sebagian kecil anggota DPR-RI yang memaksakan kehendaknya saja? Serta pertanyaan – pertanyaan lainnya.
Prediksi atas pertanyaan diatas muncul karena masyarakat atau publik tidak tahu kronologis kejadiannya atau belum pernah baca tapi langsung berkomentar atau ingin memberikan solusi, sedangkan di kalangan anggota DPR saja terjadi perdebatan sengit tentang pasal-pasal tertentu. Aspirasi dari semua anak bangsa perlu didengar dan ditampung dalam rangka penyempurnaan pasal – pasal yang dianggap sangat kontroversial.

Maka itu ketika ada dialog aktual di TVRI tanggal 21-09-2008 pukul 24.00 WITA penulis wajib menonton karena pentingnya acara tersebut. Sebagai nara sumber dari anggota DPR RI Mustafa Kamal (Fraksi PKS), Eva Sundari (Fraksi PDI–P) dan Adinda Tenriangke Muchtar ( The Indonesian Institute ).
Malahan Eva Sundari menyarankan dalam rangka sosialisasi RUU pornografi, tugas MENKOMINFO mendesiminasikan informasinya sampai ke daerah– daerah. Eva Melanjutkan lagi sebaiknya pornografi dilihat sebagai kriminal ACT bukan sebagai komoditi sex dan lainnya.
Oleh sebab itu media sebagai salah satu alat untuk menyebar – luaskan informasi ke publik, setiap saat mesti menjalin komunikasi serta memperbaharui data & fakta sebelum di sampaikan ke publik. Artinya fungsi edukasi mesti dikedepankan dalam setiap pemberitaan, kemudian para jurnalis / reporter harus punya draft paling terakhir dari RUU Pornografi tersebut agar tetap aktual dan up to date.
Kemarin juga ada berita dalam warning text Metro TV ( 23-09-2008 ) kurang lebih 3000 orang di Denpasar Bali berunjuk rasa menentang RUU Pornografi. Di Tomohon Janti Koraag aktifis perempuan & Danny Tular : “ RUU Pornografi tersebut sangat sarat dengan kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, jika diberlakukan bisa mengancam keutuhan bangsa”. Ditimpali oleh Danny tular dengan mengatakan : “ Anggota DPR RI yang ingin memberlakukan RUU-Anti Pornografi adalah sekelompok orang yang kurang kerjaan. Kalau pemberlakuan RUU Pornografi dipaksakan, berarti sejumlah anggota DPR-RI memang ingin negara ini hancur “.( Harian Komentar, 25 September 2008 ).
Lebih tegas lagi Partai PDS Sulawesi Utara melalui wakil ketua DPP PDS Denny Tewu mengatakan : “ Sampai titik darah penghabisan Partai Damai Sejahtera akan menolak penerapan RUU Pornografi. Perang terhadap UU yang dinilai dapat melecehkan nilai-nilai pluralisme bangsa ini tak hanya sebatas berjuang dan mencari dukungan di gedung DPR RI Senayan, tapi kini telah dilebarkan sayap dengan melakukan sosialisasi ke daerah-daerah se Indonesia “. ( Harian Manado Post, 25 September 2008 ).
Menurut hemat penulis sebagai Peneliti Kominikasi Politik ada 5 hal solusi untuk menjembatani friksi horisontal atau resistensi publik dengan cara antara lain :

1. Pihak DPR – RI dianjurkan melakukan Panja ( Panitia Kerja ) terbuka, sehingga banyak orang bisa menyaksikan pembahasannya.
2. Partisipasi publik sebaiknya diperluas dalam usaha menjaring masukan sebanyak –banyaknya dari semua elemen masyarakat yang berkompeten.
3. Revisi kata – kata untuk Pasal – Pasal yang di asumsikan mengundang kontroversial perlu diakomodir segera atau diganti barangkali kata-katanya.
4. Komunikasi face to face hendaknya lebih diitensifkan kepada masyarakat Bali, masyarakat Papua, masyarakat Sulawesi Utara, masyarakat NTT, masyarakat Kalteng, masyarakat Kaltim dan masyarakat Maluku serta masyarakat yang menolak RUU Pornografi tersebut.
5. Disahkan atau tidaknya RUU Pornografi harus tetap dalam koridor & bingkai NKRI, yang sudah tidak bisa ditawar – tawar lagi keberadaannya.

Baca selengkapnya...

Senin, 14 Juli 2008

Reposisi dan Restrukturisasi BPPI menjadi BBPPKI & BPPKI

Sedemikian derasnya tuntutan perubahan pada era reformasi seakan – akan semua hal ingin dirubah apakah ingin merubah struktur organisasinya ? Apakah ingin mengganti orangnya ? atau ingin jadi pionir ? atau ingin tampil beda dengan yang lain ? tapi tidak tertutup kemungkinan agar bisa bermanfaat bagi publik / masyarakat atau dan sebagainya.

Persoalannya sekarang adalah apakah yang sudah baik akan dirubah juga ? atau ingin mencoba sesuatu hal yang baru ? dua pertanyaan diatas sulit dijawab karena membutuhkan kajian yang mendalam fenomena sosial hampir terjadi pada semua lini kehidupan organisasi tak terkecuali di lembaga eksekutif, legislatif, judikatif, LSM ( Ormas ), TNI – POLRI, Organisasi Independent dan lain – lain yang gaungnya sampai ke daerah – daerah di seantero nusantara.

Perubahan dimaksud boleh saja berupa Visi Misi, Tupoksi, Tujuan, Nomenklatur Organisasi, Wilayah Kerja dan SDM-nya. Wacana tersebut adalah merupakan hal umum, yang mana telah merupakan salah satu bentuk diskursus yang mengemuka sekarang, yakni masalah Reformasi Birokrasi mengenai perlunya mengubah paradigma yang selama ini ingin dilayani menjadi pelayan yang baik.


Nuansa ini berkembang terus seiring dengan tuntutan zaman. Tidak hanya untuk Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dikenal dengan UU Pemerintahan Daerah UU No 32 Tahun 2006, tapi juga ada PP No 41 Tahun 2007 tentang Perampingan Badan / Dinas yang ada di Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota. UPT Pusat yang ada di daerah juga mengalami perubahan dan akan terus di reformasi sesuai dengan permintaan pasar serta perkembangan zaman.

Salah satunya adalah Departemen Komunikasi dan Informatika RI khususnya jajaran Badan litbang SDM yang secara kontiniu melakukan reposisi dan restrukturisasi kelembagaan sampai kepada UPT yang ada di 8 ( delapan ) wilayah se Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No.84/KEP/M.KOMINFO/10/2005. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Tanggal 26 Oktober 2005 telah ditetapkan Nama, Lokasi, Tupoksi, Wilayah kerja Balai Pengkajian dan pengembangan Informasi:

1. BPPI Wilayah I Medan dengan wilayah kerja :
Prov. NAD, Sumut, Riau, Sumbar.

2. BPPI Wilayah II Jakarta dengan wilayah kerja :
Prov. DKI Jakarta, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung.

3. BPPI Wilayah III Bandung dengan wilayah kerja :
Prov. Jabar, Banten, lampung, Sumsel.

4. BPPI Wilayah IV Yogyakarta dengan wilayah kerja :
Prov. Jateng, DIY, Bali.

5. BPPI Wilayah V Surabaya dengan wilayah kerja :
Prov. Jatim, NTB dan, NTT.

6. BPPI Wilayah VI Banjarmasin dengan wilayah kerja :
Prov. Kalsel, Kalbar, Kalteng dan, Kaltim.

7. BPPI Wilayah VII Makassar dengan wilayah kerja :
Prov. Sulsel, Sulteng, Sulawesi Tenggara,Maluku.

8.BPPI Wilayah VIII Manado dengan wilayah kerja :
Prov. Sulut, Gorontalo, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.


Dengan Tugas Pokok dan Fungsi seperti tertera pada Pasal 2 yang isinya : “ BPPI mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan informasi “, sedangkan pada Pasal 3 dikatakan :” a. Penyusunan program pengkajian dan pengembangan informasi. b. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan serta publikasi hasil pengkajian dan pengembangan informasi. c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pengkajian dan pengembangan informasi di daerah. D. Pelaksanaan administrasi BPPI.

Disamping Tupoksi diatas ada juga Kelompok Jabatan Fungsional yang langsung bertanggung-jawab kepada Kepala Balai ; Kelompok Fungsional tersebut terdiri dari Peneliti, Litkayasa, Pranata Humas, Pustakawan, Analis Kepegawaian.

CATATAN :
Untuk Fungsional Peneliti ( Researcher ) yang ada hanya Peneliti Komunikasi atau yang serumpun, sementara Peneliti bidang IT belum ada sama sekali termasuk fungsional Perencana, Pranata Komputer dan Arsiparis. Dengan Tupoksi itu hanya bisa melakukan fungsi penelitian, pengkajian dan pengembangan informasi saja. Jika ada tugas bidang Desiminasi Informasi, Sosialisasi, Penyiaran, Postel, Aptel, Media / Pers, apalagi yang sifatnya koordinasi dengan Pemerintah Daerah.

Tetapi dengan terbitnya Peraturan Menteri Komunikasi & Informatika RI nomor : 22/PER/M.Kominfo/6/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika tanggal 4 Juni 2008, secara otomatis Kep. Menkominfo nomor: 84/KEP/M.KOMINFO/10/2005 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dan Peraturan Menkominfo yang sekarang kelihatannya sudah memuat hal-hal reformis serta sesuai dengan kebutuhan ditinjau dari aspek Tupoksi, Nomenklatur, Wilayah Kerja, Eselonisasi dan Struktur Organisasi serta SDM nya.

Perlu diketahui bahwa sebelum keluarnya Permenkominfo nomor 22 tahun 2008 ini, sebenarnya wacana itu sudah digulirkan sejak tahun 2006 yang lalu tentang pemekaran eselonisasi BPPI di 8 wilayah, yang rumusannya dibuat dalam bentuk tabel skoring tapi hasilnya mentah (sia-sia).

CATATAN :
Pada pertengahan tahun 2007 barusan Menteri Kominfo bapak Mohammad Nuh berkunjung ke Ternate, Provinsi Maluku Utara disertai Wagub Malut bapak Drs. Abdul Madjid melihat pembangunan USO & PSO kemudian transit lebih kurang 2 jam di Bandara Sam Ratulangi Manado istirahat di ruang VVIP. Ada tiga perwakilan yang menemani beliau dari Dinas Kominfo Sulut pak Parlin Tampubolon, dari Balmon pak Reinhard dan dari BP2I Manado penulis ditemani juruphoto Sdr. Herman, S.Kom.

Pak M.Nuh menanyakan tentang kondisi pada Dinas Kominfo Sulawesi Utara pasca likuidasi Deppen, Balmon sebagai UPT Postel dan BPPI Manado, ketika giliran saya Pak Menteri tanya bagaimana dengan BPPI apakah ada masalah? saya katakan dengan jujur “sebenarnya tidak ada, pak. Hanya eselon pemimpinnya saja pak. Bagaimana kita ingin berkoordinasi dengan Dinas Kominfo, mereka pimpinannya saja eselon II-a pak padahal Cuma mengurusi hanya satu provinsi, sementara BPPI Wilayah VIII Manado meliputi 5 Provinsi pemimpinnya Cuma Eselon III-a. Pak Menteri Diam sejenak lalu berkata, “Gak usah banyak permintaan dulu, lakukan saja kerja yang baik, jangan memikirkan jabatan.” Lantas selang beberapa menit kemudian dia bertanya sama Herman, S.Kom “wartawan dari mana mas?” Herman jawab “ saya dari BPPI, Pak..

Walaupun bincang-bincang singkat, tetapi sungguh bermakna & berkesan bagi kami, e….e….e tau-tau sekarang sudah menjadi kenyataan sungguh diluar dugaan sama sekali. Selanjutnya tanpa menunggu terlalu lama Pak Aizirman selaku Kepala Badan Litbang SDM minta kepada semua Kepala Balai untuk mengurus rekomendasi dari Gubernur domisili BPPI masing-masing, sekaligus semua Kepala Balai diwajibkan General Medical Check-Up di Rumah Sakit Pemerintah, hal tersebut diutarakan pada saat pemaparan program awal tahun 2008 yang baru lalu.
Sejurus kemudian dalam waktu singkat keluarlah Permenkominfo. Menurut apa yang terdapat pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22/PER/M.KOMINFO/6/2008, pada Pasal 3 dikatakan :

1. BPPKI mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika serta pengembangan kapasitas dan peningkatan akses masyarakat di bidang informasi dan pengetahuan di wilayah perbatasan.
2. BPPKI mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika.

Sedangkan pada Pasal 4, berbunyi :

1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), BPPKI menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan laporan pelaksanaan evaluasi serta laporan di bidang pengkajian dan pengembangan komunikasi dan Informatika.
b. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan di bidang komunikasi dan informatika.
c. Pelaksanaan publikasi dan dokumentasi hasil pengkajian dan pengembangan. komunikasi dan informatika, serta pengembanga kapasitas dan peningkatan akses masyarakat di bidang informasi dan pengetahuan di wilayah perbatasan.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga BPPKI.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal (3) ayat (2), BPPKI menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan anggaran dalam pelaksanaan evaluasi serta laporan di bidang pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika.
b. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan di bidang komunikasi dan informatika.
c. Pelaksanaan publikasi dan dokumentasi hasil pengkajian dan pengembangan komunikasi damn Informatika.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga BPPKI.

CATATAN :
* Dalam nomenklatur dan struktur organisasi BBPPKI terdapat sub bidang dokumentasi setara dengan jabatan struktural eselon IV-b. Begitu juga dengan sub bidang publikasi yang jabatan strukturalnya Eselon IV-b. Namun dalam struktur organisasi BPPKI terdapat dua jabatan Eselon IV-a, yaitu : Kasi Program dan Evaluasi dan Kasi Publikasi, tetapi dalam pasal 2 butir c dikatakan pelaksanaan publikasi dan dokumentasi hasil pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika. Butir c ini menandakan bahwa seksi dokumentasi berada dibawah seksi publikasi tanpa eselon. Ada sedikit ketidak cocokan antara struktur organisasi dengan bunyi pasal 2 butir c.

PERBANDINGAN ERA BPPI Versus Era BBPPKI dan BPPKI

A. NOMENKLATUR + TAMBAHAN JABATAN STRUKTURAL

I. Kalau zamannya Menkominfo Sofyan A. Djalil pada tahun 2005 nomenklatur masih BPPI (Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi) sama seperti eranya Lembaga Informasi Nasional (LIN); sekarang pada zaman Pak Muhammad Nuh pada tahun 2008 nomenklatur berubah menjadi 2 BBPPKI (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika), yaitu Medan dan Makassar, sementara untuk 6 wilayah yang lain menjadi BPPKI (Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika).

ANALISIS :
UPT dibawah Badan Litbang SDM Depkominfo menyesuaikan diri dengan nama Departemen, serta lebih luas tanggung jawabnya dibandingkan ketika eranya BPPI.

II. Pada zamannya BPPI Kepala Balai Eselon III-a, Kepala Seksi Eselon IV-a (3 Orang) + Fungsional Peneliti dan Non Peneliti dan Staf berlaku umum untuk 8 BPPI Se Indonesia. Sedangkan pada Era BBPPKI dan BPPKI terjadi penambahan jabatan struktural 1 Orang untik eselon II, Eselon III 2 orang, Eselon IV 4 Orang, berlaku untuk Medan dan Makassar; itupun dengan catatan jika dari pejabat yang sekarang semuanya terangkat.

ANALISIS :
Untuk jabatan peneliti IT sudah ada SDM nya, tinggal diarahkan saja, dididik &diusulkan ke LIPI. Sekaligus akan ada tambahan pegawaijuga sebab dengan jumlah PNS yang ada sekarang, belum ideal untuk ukuran sebuah Balai Besar.

B. TUPOKSI

I. Kalau zamannya BPPI masalah Tupoksi adalah terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3 seperti tertera diatas, sementara eranya BBPPKI Tupoksi tertera pada pasal 3 ayat 1 yang berbunyi: “ BBPPKI mempunyai tugas melaksanakan Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika serta pengembangan kapasitas dan peningkatan akses masyarakat di bidang informasi dan pengetahuan di wilayah perbatasan”.

ANALISIS:
Cakupan Tugas lebih luas dan lebih besar yakni termasuk masalah diseminasi informasi dan menjaga wilayah perbatasan, selain masalah pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika.

II. Untuk BPPKI Tupoksi tertuang pada pasal 3 ayat 2 yang isinya : “ BPPKI mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika,” ketika di era BPPI sebatas pengkajian dan pengembangan Informasi saja, namun beberapa BPPI masih punya tugas di wilayah perbatasan.

ANALISIS :
Disamping menyesuaikan dengan nomenklatur baru, tersirat makna yang diemban tugas penelitian di bidang komunikasi dan informatika. Jadi kedepan boleh saja, lakukan tugas lain diluar Badan Ltbang SDM misalnya, membantu tugas Depkominfo (BIP, SKDI, POSTEL, APTEL) termasuk tugas-tugas pemerintah daerah, bidang komunikasi dan informatika.Kita tidak boleh lupa bahwa Badan Litbang SDM berarti tiga hal pokok satu Penelitian, dua Pengembangannya dan tiga adalah Sumber daya manusianya.Ketiga hal tersebut mesti dilihat secara simultan ( komprehensif) nggak boleh secara parsial.

C. WILAYAH KERJA + ESELONISASI PIMPINAN

I. Untuk BBPPKI wilayah Barat yang terpusat di Medan ditingkatkan eselonisasi pimpinan menjadi eselon II-b, yang selama ini eselon III-a; wilayah kerjanya juga bertambah dari yang sudah ada (zamannya BPPI ) + Provinsi Riau Kepulauan, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Barat. Kalau Kaltim dan Kalbar zaman BPPI miliknya Banjarmasin.

II. Untuk BBPPKI wilayah Timur yang terpusat di Makassar ditingkatkan eselonisasi pimpinan menjadi eselon II-b, yang selama ini eselon III-a; wilayah kerjanya juga bertambah dari yang sudah ada (zamannya BPPI ) + Provinsi Papua, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

ANALISIS :
Provinsi Riau Kepulauan adalah Provinsi Baru di Indonesia, Sementara Prov. Papua sebelumnya miliknya BPPI Wilayah VIII Manado. Dan Prov. Nusa Tenggara Timur sebelumnya miliknya BPPI Wilayah V Surabaya. Karena ada 2 Balai yang menjadi Balai Besar, sementara Tupoksi Balai Besar salah satunya adalah peningkatan akses masyarakat bidang informasi dan pengetahuan di wilayah perbatasan. Oleh sebab itu maka diserahkan kepada Balai Besar ( BBPPKI ) Makassar.

III. Untuk BPPKI Jakarta, wilayah kerja masih tetap sama, yaitu meliputi : Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, dan Provinsi Bangka Belitung. Sementara eselonisasi pimpinan masih tetap sama dengan yang lama.

IV. Untuk BPPKI Bandung wilayah kerja masih tetap sama, yaitu meliputi Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera selatan. Selanjutnya untuk eselonisasi pimpinan masih tetap sama dengan yang lama.


V. Untuk BPPKI Yogyakarta wilayah kerja masih tetap sama yaitu meliputi : Provinsi Jawa Tengah, Provinsi D.I. Yogyakarta, dan Provinsi Bali. Seterusnya untuk eselonisasi pimpinan masih tetap sama dengan yang lama.

VI. Untuk BPPKI Surabaya wilayah kerja tetap 3 Provinsi, tetapi terjadi pertukaran saja yaitu Provinsi NTT ditukar dengan Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi NTB tetap milik Surabaya. Selanjutnya masalah eselonisasi pimpinan tetap sama dengan yang lama.


VII. Untuk BPPKI Banjarmasin meliputi Wilayah kerja : Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, sementara Provinsi Kalimantan Barat masuk ke BBPPKI Medan. Masalah eselonisasi pimpinan masih tetap sama dengan yang lama.

VIII. Untuk BPPKI Manado meliputi wilayah kerja : Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat, sementara Provinsi Papua masuk ke BBPPKI Makassar karena Provinsi Papua adalah wilayah perbatasan. Selanjutnya masalah eselonisasi pimpinan masih tetap sama dengan yang lama.


ANALISIS :
Ada provinsi baru yang belum ada ketika eranya BPPI, seperti : Provinsi Riau Kepulauan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Banten dan provinsi Sulawesi Barat. Kemudian karena ada yang jadi Balai Besar seperti BBPPKI Makassar akhirnya BPPKI Surabaya menyerahkan Provinsi NTT diganti dengan Provinsi Sulawesi Barat, BPPKI Banjarmasin dikurangi 1 provinsi yaitu provinsi Kalimantan Barat dan Masuk BBPPKI Medan, Juga Provinsi Kalimantan Timur diganti Provinsi Sulawesi Tengah.
Kalau masalah pembagian daerah kekuasaan/wilayah berdasarkan apa penulis kurang tahu argumentasinya , yang pasti pimpinan punya otoritas bukan staff kalau mau silahkan bergabung kalau tidak mau bergabung ya silahkan hengkang saja daripada debat kusir ha…..ha…… Cuma guyon lho mas.

D. SDM PERSONIL

Persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) ini tidak boleh dianggap kecil karena amat menentukan kinerja Depkominfo 5 tahun kedepan. Artinya kalau Balai Besar atau BBPPKI wilayah Barat dan wilayah Timur mampu dan berhasil dalam mengemban tugas dan tanggung-jawab bisa saja 6 balai yang lain mengikuti jejak atau dinominasikan menjadi Balai Besar dikemudian hari. Yang penting adalah perwujudan dari THE RIGHT MAN IN THE RIGHT PLACE mesti segera diaplikasikan oleh pimpinan agar tidak salah pilih orang dalam mendudukkan orang dalam jabatan tertentu. Disamping itu tenaga fungsional peneliti secara kuantitas perlu ditambah, lebih khusus lagi peneliti bidang IT agar BBPPKI & BPPKI lebih eksis serta profesional sebagai sebuah lembaga pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika.

Menurut hemat penulis, dengan adanya usaha reposisi dan restrukturisasi lembaga seperti sekarang, merupakan sebuah lompatan (akrobatik) yang spektakuler yang dilakukan elit Depkominfo dan Elit Badan Litbang SDM. Artinya pantas mendapat acungan jempol serta pujian yang setinggi-tingginya atas segala upaya dan jerih payah, walaupun realitanya hampir semua (85%) Balai ketika itu sudah mengantongi rekomendasi dari Gubernur masing-masing sebagai salah satu syarat pemekaran eselonisasi di daerah tapi tidak semua menjadi Balai Besar.

Sedemikian cerdasnya pimpinan Depkominfo dan Pimpinan Badan Litbang SDM melihat fenomena sosial yang terjadi termasuk reformasi birokrasi, sehingga terjadi akselerasi untuk mengubah paradigma lama sebagai dampak dari globalisasi di bidang komunikasi dan informatika. Suka atau tidak suka, puas atau tidak puas, protes atau diam, kurang atau lebih tetapi yang jelas begitulah keputusan pimpinan, kebijakan sudah diambil serta sudah menjadi peraturan sebagai landasan hukumnya. Oleh sebab itu kita semua mesti melaksanakan dengan baik, sudah barang tentu penuh dengan tanggung jawab pula.

TAK ADA GADING YANG TAK RETAK, TAK ADA ORANG YANG TAK BERSALAH. Baktikan dirimu dengan instropeksi dan bertanya apa kontribusi saya untuk bangsa melalui Depkominfo, jangan selalu menoleh ke masa lalu. Zaman sudah berubah, ikutilah perkembangan zaman. SEMOGA SAJA.

Baca selengkapnya...

Rabu, 18 Juni 2008

Pilkada Perlukah Dilanjutkan ?

( Kajian Wacana Komunikasi Politik di Ternate, Provinsi Maluku Utara )
Sebuah pepatah Latin mengatakan “ Vox Populi Vox Dei “ yang kurang lebih artinya Suara Rakyat Adalah Representasi Suara Tuhan. Negara – negara maju seperti Amerika, Eropa, Australia dan beberapa negara Asia sudah menghargai aspirasi rakyatnya sebagai suara tertinggi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak ( publik ).
Di Indonesia sejak pemerintahan Rezim Orde Baru pimpinan Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto ( + 32 tahun lamanya ), bahwa suara rakyat tidak pernah diberdayakan melainkan acapkali diperdayakan, pers dibungkam bahkan sampai dibreidel, kebebasan mengeluarkan pendapat tidak ada, kebebasan berbicara kurang dihargai walaupun terus terang memang pembangunan nasional ada dilakukan serta stabilitas keamanan cukup mantap / kondusif.
Namun demikian ekses dari dari hal seperti tersebut diatas samapi sekarang terjadi hampir pada segenap lapisan kehidupan, selanjutnya muncullah berbagai ketidak puasan dari berbagai elemen bangsa sehingga berkembang menjadi semacam unjuk rasa, demonstrasi serta kericuhan dimana – mana.
Tetapi sejak Soeharto lengser ke prabon tepatnya tanggal 21 Mei 1998 kran demokrasi dibuka, orang mulai berani bicara, berpendapat, menyampaikan buah pikiran baik lisan atau tulisan yang telah mendapat skala prioritas utama. Karena euforia demokrasi dianggap berlebihan atau sudah melampaui batas sekarang ini dibuatlah banyak regulasi atau Undang – Undang, salah satu diantaranya tentang Pemerintahan Daerah untuk mengatur agar tidak menjadi kebablasan.
UU No. 32│2004 tentang PEMDA didalamnya sudah mengatur tentang PILKADA, justru inilah hal baru yang ada dalam UU yang selama ini ada tentang Pemda. Namun kenyataan di masyarakat kita belum sepenuhnya siap untuk melaksanakan hak politiknya sebagai perwujudan Hak Azasi Manusianya.
Pada tataran akan terjaminnya HAMnya melalui UU No. 32│2004, namun pada sisi lain justru terjadi inilah yang sangat memprihatinkan kita akankah pelanggaran HAM dibiarkan terus, sementara di pihak lain ingin menghormati dan menjunjung tinggi HAM khususnya hak politik. Dengan kata lain apakah hak sipil, hak ekonomi dan hak sosial akan dikorbankan demi hak politik ?

Perlu menjadi bahan renungan yang mendalam apakah untung ruginya, apakah telah dapat mendatangkan manfaat besar bagi rakyat secara keseluruhan terhadap pelaksanaan PILKADA saat ini, dimana kita sama – sama tahu bahwa negeri ini secara sosial dan ekonomi sebagian besar rakyatnya sedang menderita; tapi disisi lain sekelompok orang berebut “ Kursi “ untuk berkuasa dengan menghambur – hamburkan uang yang tidak sedikit melalui pesta demokrasi tersebut.
Begitu gegap gempitanya serta hiruk-pikuknya suasana pesta demokrasi di daerah – daerah secara langsung tanpa ada hambatan, tapi setelah KPUD menetapkan calon yang berhak maju secara resmi sebagai kandidat Pilgub mulai terjadi gesekan. Sebab ada kandidat yang tidak lolos verifikasi sehingga massanya mengamuk ada kandidat yang menghalalkan segala cara, ada kandidat yang tidak legowo, ada juga kandidat yang selalu memprovokasi massanya dan sebagainya.
Akibat tidak tersalurnya aspirasi massa tersebut, kegiatan massa yang mengatas - namakan kandidat berlangsung secara anarkis dengan merusak fasilitas umum, melawan aparat TNI/Polri, merusak rumah penduduk, dan kegiatan destruktif lainnya.
Hal inilah yang sedang terjadi di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara karena terseumbatnya aspirasi politik rakyat mereka langsung saja turun ke jalanan tanpa mengindahkan hukum / aturan yang ada. Memang Pemerintah Pusat termasuk lambat mengambil keputusan termasuk institusi hukum, tapi lambatnya ambil keputusan karena penuh dengan pertimbangan-pertimbangan konkrit.
Menurut hemat penulis dari perspektif komunikasi politik, seyogyanya kandidat Pilgub Abdul Gafur yang notabene mantan Menteri era ORBA bisa legowo dengan menenangkan massanya, apalagi beliu sudah berpengalaman dalam bidang politik jangan diam saja yang dapat memperkeruh suasana.
Apalagi pada tanggal 18 Juni 2008 sudah ada dialog antara DPR – RI yaitu antara Komisi II DPR – RI dengan Mendagri RI yang juga dihadiri Pak Mardiyanto dan Pak Abdul Gafur tetapi sampai hari Rabu pendukung Abdul Gafur masih berbuat onar di jalanan. Apakah seperti ini cerminan budaya politik Indonesia selama ini. Alangkah indahnya jika para kandidat datang ke massnya memberi penjelasan / pengertian seperti yang sudah dilakukan bapak Syahrul Yasin Limpo ( Gubernur Sulawesi Selatan ), berdialog dengan massanya sehingga tidak ada kegiatan anarkis.
Kalau begini terus setiap ada Pilkada lantas yang tidak puas berbuat represif atau anarkis, menurut hemat penulis keberadaan PILKADA perlu dikaji ulang, mengapa ? karena dampak negatif dari PILKDA ternyata cukup besar juga antara lain seperti :
1. Biaya operasionalnya cukup tinggi baik untuk tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota.
2. Terjadi gesekan / friksi antar kandidat dan pendukung.
3. Muncul konflik horizontal di masyarakat yang berpotensi imbasnya ke masalah lain.
4. Sudah jelas sebagian besar rakyat kita belum siap menerima kekalahan.
5. Persaingan yang tidak sehat seperti : money politics, korupsi, manipulasi perhitungan suara, backing / deking, dan lain – lain.

Sebagai solusi tentatif penulis tawarkan 3 hal pokok yang pertama perlu ditinjau ulang keberadaan PILKADA ( plus – minusnya ) kedua para kandidat lakukan pendekatan komunikasi politik pada massa pendukungnya masing – masing, yang ketiga contohlah PILKADA DKI yang kalah langsung memberikan ucapan selamat pada yang menang. HIDUP DEMOKRASI INDONESIA.

Baca selengkapnya...

Sabtu, 07 Juni 2008

HASIL CATATAN DI SELA-SELA RAKOR BADAN LITBANG SDM DEPKOMINFO

HOTEL IBIS TAMARIN JAKARTA, 22 – 24 MEI 2008

Pengarahan Sekjen

Unit Balitbang tidak diharapkan mendesain chips, software atau perangkat keras lainnya, tetapi yang penting kebijaksanaan Depkominfo yang perlu dikaji termasuk sektor – sektor lain ( ada 6 sektor ) di seluruh Indonesia.
- Sektor Kominfo bukan hanya ICT saja.
- Bahan Sidang Kabinet perlu dicopy.
- RM turun PNBP naik Tahun 2008.
- PNBP tidak bisa dipakai oleh Badan Litbang SDM.
- Badan Litbang SDM khususnya Pengembangan SDM hasilnya jangka panjang penyesuaian saja butuh 3 tahun setelah selesai perlu sosialisasi, makanya BPPI ada didaerah adalah dalam rangka mengecek dan memeonitoring pelaksanannya.
- Sektor Perposan berdasarkan UU No. 6 Tahun 1984 buktinya penyaluran BLT tidak efektif perlu diteliti kepada 19 juta yang dapat kupon …?
- Ada 7 (tujuh) sektor di Depkominfo yang perlu diprioritaskan dalam penelitian :
1. Sektor Logistik
2. Sektor Telekomunikasi
3. Sektor Deseminasi Informasi
4. Sektor Penyiaran
5. Sektor Pers
6. Sektor Aplikasi Telematika
7. Sektor Operasional → Standar belum ada penelitian
→ Telkom belu dikembangkan
- Seperti Sektor Penyiaran → belum berkembang, contoh : Telkom tidak ada di Singapura, tapi Singtel sudah ada di Indonesia. Sebagai tambahan ke semua sektor yang dikatakan pak sekjen diberikan contoh-contoh yang aktual.


UU No. 32 tentang Penyiaran dan UU. No. 36 tentang Telkom, perlu diteliti ?
- Sektor Diseminasi Infomasi → buktinya masih banyak demo berarti masih kurang deseminasi.
- Sektor Aptel → Ada UU tapi PP nya belum keluar. Contohnya : game dapat hadiah kan belum ada seperti dalam go.id, hal demikian belum diatur maka itu perlu pengkajian.
- Termasuk juga simulasi-simulasi dan trial apa yang akan terjadi jika UU ini diberlakukan, cobalah dilakukan penelitian yang benar.
Ada 6 UU → ITE dan KIP yang sudah jadi.
- Tanya :

Pak Baringin. B ( Postel) : - Koordinasi Peneliti dengan Direktorat terkait.
- Para Peneliti dimagangkan di Ditjen – ditjen atau Badan
badan.
Bu Indarti (BIP) : Layanan Informasi yang efektif yang bagaimana ..?
Pak Hanif (KA BPPI Jkt) : Tentang eksitensi PDE dan Infokom.
Jawaban Sekjen :
Peneliti yang ikut magang di Ditjen – ditjen itu ada dan di fasilitasi oleh Biro Kepegawaian dan bisa dilaksanakan + bikin aja suratnya.
BIP adalah unit operasional bukan penelitian.

- Topik Penelitian tentang PP yang tahun 50’an tentang pemasangan Bendera perlu disosialisasikan kok nggak diteliti ?
- Eselon tergantung kebutuhan.
- Kewenangan ada : 1. Desentralisasi
• Dekonsentrasi
Bu Gati Gayatri :
- jangan hanya peneliti didaerah perbatasan tapi didaerah pedesaan juga.
- peneliti 3 bulanan itu adalah monitoring dan evaluasi.
- peneliti 6 bulanan itu paling cepat yang benar
Pak Syukri. B (Inspektorat) :
- Kalalu TOR yang dibicarakan sebaiknya TOR, kalau judul ya bicara judul.
- Usulan dari temen – temen satker perlu mimbat bebas tentang judul – judul penelitian.
- Lebih penting kata – kata panalitian, jangan studi atau kajian
- Sudah usul Pak Aizirman, agar dibuat job discription tugas tambahan.
- Pemahaman melahirkan topik
- Tolong berbagi anggaran yang diluar Badan Litbang SDM dengan SKDI dan BIP.
Bu Gati : Dalam judul penelitian ada 3 komponen penting yaitu :

1. Masalah Penelitian
2. Representasi Teori
3. Representasi Metodologi
- Penelitian ke media – media sebaiknya diarahkan ke industri Pers.
BIP paling banyak dananya sampai-sampai 78 % dari total anggaran DepKominfo, Litbang pelit banget, 80% anggaran diserahkan ke Sekertaris Badan. Gimana tidak wong pekerjaannya antara lain :
- Bolak – balik ke Korea atau luar negeri.
- Saya kira Itjen yang paling kecil anggarannya dari 2,4 triliun se Kominfo, Itjen hanya kebagian 26 M saja sudah termasuk sama gaji.

Pak Baringin : kalau kata –kata Pos yang boleh gunakan hanya PT. POS, kalau istilah Perposan boleh swasta atau pemerintah atau siapa saja yang mau menggunakannya.
- Makin lama diLitbang biasanya makin sabar orangnya.
Heri (Dit e-government) : Rekayasa ulang tentang dampak ICT
Bambang Wis :
- apa benar BIP sudah menggunakan media tradisional ?
- Sarana yang paling efektif di perbatasan.
- perlu hasil penelitian jangka pendek atau jangka panjang, untuk dijadikan guidance san fokus yang sangat tajam.

Pak Devy Ananta (staff DEPUTY AKUNTABILITAS MENPAN)

Yang sangat penting diperhatikan dalam pembuatan kinerja antara lain :

- Indikator kinerja out put
- Jumlah penerbitan out putnya berapa
- Jumlah pameran berapa
- Jumlah alat pengolah data
- Jumlah AC, Komputer yang diperbaiki
- Bimbingan teknis bagaimana out putnya ?
- Siapa – siapa yang dikirim ?
- Sertifikasi SDM.

ARAHAN KABAN LITBANG SDM,24/5/2008

I. Situasi 2008 banyak ketidak pastian salah satu karena pemotongan anggaran 15%, karena itu perlu perhatiaan serius belum lagi soal program harus selasai tepat pada waktunya.
II. Program Tahun 2009, tahun akhir dari RPJM - Renja, RKAKL Badan Litbang SDM.
III. Koordinasi TOR Penelitian
-Ada tumpang tindih penelitian.
- Kurang fokus.
- Tidak sinkron antara Pusat dan Daerah.
IV. Disiplin pegawai, pemanfaatan ruang kerja, sarana pendukung lainnya.
V. Inpres tentang hemat energi.
VI. Perlunya Publikasi dan Perpustakaan.

Arahan Ka. Badan selanjutnya :

I. Revisi Anggaran (Koordinasi 4 Kapus + MMTC + 8 KA Balai)
II. Inpres 2 Tahun 2008 tentang himbauan HEMAT ENERGI antara lain :
a. Mengurangi penggunaan cahaya lampu
b. Menggunakan penggunan ruangan alat pendingin AC.
c. Menggunakan alat – alat elektronik seperlunya.
d. Akan dimonitor perkembangannya.

4 Tahap Bekerja Versi Menkominfo.

1. Understanding.
2. Respecting.
3. Trust.
4. Benefit.

- Di Jakarta ada kursus Bahasa Inggris di Lantai 5 dan Lantai 6.
- Ada hari yang berbahasa Inggris nanti (English Day).
- Kursus bahasa Inggris penting digalakkan di daerah – daerah.

Gati Gayatri untuk FGD RPJM 2010 – 2014.

- Sebelum dikontraktualkan susun jadwal FGD di Balai – Balai selama satu bulan yaitu Juni 2008.
- Tolak ukur kredibilitas Badan Litbang SDM, targetnya hasil FGD dan naskah RPJM Versi Wilayah Balai yang bersangkutan.
-
Hasil FGD dan naskah RPJM Versi Wilayah Balai yang bersangkutan mengenai Pembangunan Bidang Komunikasi & Informatika.

- 6 sektor seperti dikatakan pak Sekjen harap diperhatikan, selanjutnya KA. Badan malahan menambahkan perlu dilakukan uji publik.
- Buat Mailing List Eselon III.
- Undang praktisi, akademisi lokal untuk FGD, bisa juga dari Jakarta sebagai Narasumber.
- Draft masing – masing Balai.
- Jangan lupa Sumber Kutipan dan Daftar Pustaka.


Cerita Lepas di Sela-sela Rakor

 Sesama Edi saling bantah – bantahan tentang RKP 2009 Badan Litbang SDM.
 Pak Aizirman bilang uang daya peningkatan tubuh habis tapi website tidak baik - baik juga.
 Senam Pagi sesuai denganKeppres no. 17 Tahun 1984, sudah lama sekali tetapi tidak jalan, bagaimana kalau diteliti kan menarik ….?
 Kinerja itu adalah gampang kelihatan dan sering di omongin orang banyak. Sebagai tambahan saja SDM yang dimaksud adalah sumber daya manusia bukan Selamatkan Diri masing-masing ha…ha….ha……….
 Pos paket enteng tapi gede.
 Pak Aizirman bilang Di BPPI yang ada hanya guntingan Pers atau Kliping saja, belum ada digital.
 Gambar ini menarik, gambar itu menarik sebenarnya kan perlu penelitian ?
 Pak Aizirman katakan semuanya perlu dilakukan penelitian masalah perposan atau setidak-tidaknya pengkajian, oleh sebab itu perlu kerjasama dengan BP2I yang punya daerah atau teritorial.
 Kecuali penelitian sulapan.
 Masukan sebanyak mungkin, dengan harga semurah mungkin.
 Sekjen mengusulkan 10 judul penelitian tapi jangan judul saja ya mbok sekalian dengan uangnya pak !!!!
 Pak Baringin menimpali makanya sambutannya jadi hitam semua, kalau boleh sisihkanlah sebagian untuk Litbang, jangan hanya judul atau atau masalah.
 SKDI dan BIP besar anggarannya, jangan mengeluarkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya , tapi uang yang sedikit – dikitnya jadi jelas anggaran sangat tidak berimbang.
-
 Ternyata yang dipresentasikan Pak Devi masih yang lama.
 Menpan bukan melihat banyaknya syair – syair, loncatnya jauh banget.
 Kalau Kapus tidak punya sasaran ikuti aja Badan Litbang SDM, khususnya Renstra.
 RPJM : Bahasanya para dewa (Rensthanya Pak SBY).
 Sudah susah dibina akan tetapi banyak lagi maunya.
 Pak Aizirman Djusan Berkelakar ketika didalam mobil bersama-sama Pak Ramon dan ibu Ivonne Machmud, bahwa ada perbedaan para aparatur negara dalam menyampaikan ucapan terima kasih; perbedaannya yaitu :
o Untuk angkatan Darat ucapan terimakasihnya : “ Terimakasih yang sebesar-besarnya”
o Untuk Angkatan Laut : “ Terimakasih yang sedalam-dalamnya”
o Untuk Angkatan Udara : “ Terimakasih yang setinggi-tingginya”
o Untuk POLRI : “ Terimakasih yang banyak-banyaknya”

Baca selengkapnya...

Rabu, 07 Mei 2008

SISI LAIN DARI SEMINAR “ UU ITE DALAM MENERTIBKAN SITUS PORNOGRAFI DAN KEJAHATAN DUNIA MAYA

PERAN APA YANG DAPAT DILAKUKAN PENELITI BIDANG APTEL DAN SKDI “

Bukan tanpa argumentasi diadakannya aktivitas acara seminar Peningkatan Kapasitas Peneliti Bidang Aptel dan SKDI dengan tema “ UU ITE Dalam Menertibkan Situs Pornografi Dan Kejahatan Dunia Maya “. Acara yang difasilitasi Puslitbang Aptel dan SKDI Badan Litbang SDM Departemen Komunikasi & Informatika RI.

Dipilihnya kota Yogyakarta sebagai tempat kegiatan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Kota Yogyakarta disinyalir sebagai pengakses situs porno tertinggi di Indonesia.
2. Kota Yogyakarta mempunyai paling banyak hacker dan blogger di Indonesia.
3. Kota Budaya ( keraton ) dan wisata.
4. Lokasi strategis dari segenap penjuru tanah air.


Bertempat di Convention Hotel LPP II, jl. Adisucipto KM-6 Yogyakarta dari tanggal 22 s/d 23 April 2008 dengan penceramah / narasumber :

1. DR. Ir. Achmad Junaidi ( Kepala Badan Informasi Daerah DIY ) dengan judul “ Kejahatan Dunia Maya ( Cyber Crime ). Sejauh mana efektivitas UU ITE dalam mencegah dan menindak pelakunya ? “.
2. Ir. Eko Indarto ( Pimpinan Yogya Net ) dengan judul : “ Pengembangan Konten Informasi dan Pemberdayaan Masyarakat Menuju Masyarakat Berpengetahuan Terkait UU ITE “.
3. Dr. S. Bayu Wahyono, M. Si ( Akademisi ) dengan judul : “ Urgensi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Aplikasi Telematika, Sarana Komunikasi, dan Diseminasi Informasi “.

Peserta datang dari seluruh Indonesia yaitu mayoritas para peneliti dan Kepala BPPI dari 8 ( Delapan ) wilayah serta dari Puslitbang Aptel – SKDI Badan Litbang SDM Depkominfo RI itu sendiri yang berjumlah 40 orang dengan perincian sbb :

1. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil I Medan.
2. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil II Jakarta.
3. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil III Bandung.
4. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil IV Yogyakarta.
5. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil V Surabaya.
6. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VI Banjarmasin.
7. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VII Makassar.
8. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VIII Manado.
9. Peneliti dari Puslitbang Aptel-SKDI.
10. LSM di Yogyakarta.
11. Fisipol Jurusan Komunikasi UGM.
12. Pemprov. Yogyakarta.
13. Badan Informasi Daerah (BID) Yogyakarta.
14. MMTC (Multi Media Trainning Centre) Yogyakarta.

Joke menurut Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi yang juga adalah guru besar Fisipol UGM Yogyakarta ini mengistilahkan :

1. Porno itu identik dengan gambar – gambar anatomi manusia.
2. Kata – kata sex sudah diblog di internet, sehingga banyak narasumber atau penceramah kekurangan bahan presentasi atau makalah sajiannya.
3. Ada istilah e – banking, e – education, e – procurement, e – life dan ada juga e – pacaran.
4. Detik.com setiap detik bisa berubah isinya tapi kalau website pemerintah tidak pernah berubah paling tahunan itu pun kalau ada. Makanya website pemerintah buat aja jadi tahunan.com.
Komentar : Oke Pak, Saya setuju kalau yang berubah itu berita / opini / substansi pada Detik.com tapi website pemerintah masalah tupoksi dan struktur kan tidak bisa berubah tunggu perintah dari Pusat….begitu lho Pak. Kalau berita / opini / substansi bisa saja berubah tiap harinya. Persoalannya pemerintah kualitas SDMnya kurang atau pimpinannya enggan merubahnya ? kalau di instansi Bapak gimana ? yang penting jangan NATO Pak !!.
5. Ada hal menarik kalau kita piawai mengakses internet : sangat menantang, sangat menguntungkan, sangat menyenangkan dan dapat uang lagi.
6. Ada dua email yang dapat digunakan adalah :
achmaddjunaedi@jogjaprov.go.id atau
achmaddjunaedi@yahoo.com. Jika ingin kontak dengan saya dapat melalui Email saya diatas. Pasti akan dibalas walau mungkin terlambat.

Joke menurut Ir. Eko Indarto Pimpinan Yogya Net :

1. Sangat boomingnya dunia IT di Kabupaten bantul ada arisan note book untuk Ibu – Ibu didaerah pedesaan. Menariknya mereka minta Pak Eko jadi tutor rutin ( Pelatihan ) bidang internet. Komentar : Itu arisan Dharma Wanita dipedesaan saja sudah maju bagaimana dengan kita orang kominfo ?.
2. E – mail : eko_indarto@jmn.net.id silahkan buka jika ingin konsultasi.
3. SDM kominfo ini handal-handal, gak tahu apa maksudnya apakah Sumber Daya Manusia atau Selamatkan Diri Masing-masing ha…ha….ha….ha…..

Resep Drs. Akmam Amir ( Kapus Litbang Aptel – SKDI, Badan Litbang SDM ) :

1. Untuk mengasah kemampuan para peneliti perlu ada kombinasi antara Teori, Metode, Alat ( Instrumen ), Teknologi, empat komponen itu sudah barang tentu akan menghasilkan keahlian / kemampuan.

Joke Drs. Bayu Wahyono, M.Si ( Akademisi ) :

1. Perlu melakukan penelitian dengan judul “ SPJ Kualitatif “. Komentar : Coba tebak apa maksudnya ya ?.
2. Penelitian Kualitatif butuh pengalaman, jadi kalau ada orang yang melakukannya hanya beberapa hari atau minggu, diragukan keabsahannya baik validitas dan realibilitasnya ?.
3. Rezim sekarang lebih fasis dari ORBA. Komentar : nyindir siapa Pak ?.
4. Komentar : Setelah saya hitung – hitung dengan Bu Haryati ( PLT KA. BPPI Bandung ) dalam setiap pembicaraan s/d selesai ada 200 kali kata – kata ( e ) baik waktu presentase atau dalam tanya – jawab . Saya juga gak tahu apa ini sebuah kebiasaan atau menjaga ritme pembicaraan atau saking hati-hatinya berbicara tebak saja deh ////.

SUBSTANSI MATERI yang perlu diketahui :

Mengapa Cybercrime sulit diselidiki ?

Hal itu disebabkan tiga faktor utama :

• Peningkatan jumlah kejahatan dunia maya.
• Kurangnya sumber daya ( penyelidik yang terlatih, peralatan ).
• Sifat internet itu sendiri ( kecepatan cybercrime, dampak yang ditimbulkan : lintas negara, kerentanan buktinya ).



Tujuan UU ITE

Melindungi kepentingan perorangan, masyarakat, properti / bisnis dan pemerintah :
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka menigkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Menigkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
d. Membuka kesempatan seluas – luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pamikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi se optimal mungkin dan bertanggung jawab dan,
e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Terlarang di Cyber : Pornografi, Perjudian, Pencemaran Nama Baik, dan Pemerasan/Pengancaman

Pasal 27
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Sejalan dengan pasal 27 diatas dalam KHUP juga ditegaskan secara tersurat yakni tertuang pada Ketentuan Pidana : Pasal 45 ayat 1 yang berbunyi : “ Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat 1, ayat 2, ayat 3, atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah).

Isu – isu TIK Dalam Penelitian Kualitatif

Dinamika sosial budaya yang mengikuti kehadiran TIK dalam suatu masyarakat merupakan seting utama dalam suatu penelitian kualitatif. Persepsi, sikap, tingkah laku warga masyarakat merupakan dalam suatu organisasi social adalah subyek penelitian menarik. Beberapa isu di seputar dinamika perkembangan TIK yang dapat menjadi agenda penelitian kualitatif, dapat di identifikasikan sebagai berikut :

1. Perilaku masyarakat pengguna dalam memanfaatkan media online.
2. Transformasi sosio-kultural aparat birokrasi dalam pelayanan publik kaitannya dengan UU KIP dan UU ITE.
3. Pola – pola perlaku masyarakat dalam menyongsong pemberlakuan UU KIP dan UU ITE.
4. Perilaku masyarakat dalam menggunakan mobile phone ( Hp ).
5. Perilaku masyarakat dalam menggunakan Internet.
6. Konsumen dalam transaksi melalui e – commerce.
7. Masyarakat desa dan Community Acces Point.
8. Masyarakat dalam dinamika pelayanan berbasis web.

Baca selengkapnya...

Senin, 05 Mei 2008

IMPLEMENTASI HAK JAWAB, HAK KOREKSI & KEWAJIBAN KOREKSI PERS

SEBAGAI KONTROL WARTAWAN MENURUT UU. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Sejak dibubarkannya Departemen Penerangan oleh Pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999 , praktis aktivitas pers tidak ada yang mengontrol dan mengendalikan sama sekali. Kemudian muncullah apa yang dinamakan euforia demokrasi yang salah satunya ditandai dengan kebebasan berpendapat / kebebasan berbicara ; dimana insan pers boleh berbuat apa saja dalam pemberitaannya tanpa ada yang mengingatkan mana yang salah, mana yang benar, mana yang layak diberitakan, mana yang tidak boleh diberitakan.
Selanjutnya mana yang perlu direvisi serta mana yang tidak boleh dimuat. Seakan-akan kita sebagai pembaca di satu pihak dan kuli tinta di pihak lain sudah kehilangan arah / kompas, sehingga acapkali kali di lapangan muncul friksi atau konflik horizontal yang tidak jarang mesti diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Republik Tercinta Indonesia Raya ini.

Namun demikian dengan lahirnya Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers yang sampai sekarang masih kontroversial, ternyata belum mampu juga berfungsi sebagai mediator atau pun memberikan solusi terhadap masalah yang sering terjadi menyangkut insan pers itu sendiri. Disana-sini muncul kasus antara pembaca yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, antara wartawan dengan organisasi pers, antara perusahaan pers dengan organisasi pers dan seterusnya. Bahkan ada kasus yang terpaksa mesti diselesaikan lewat jalur pengadilan contohnya kasus majalah Tempo di Jakarta.



Tetapi kemudian datang persoalan baru dalam persidangan, hakim sebagai pemegang otoritas tertinggi realitanya menggunakan KUHP untuk menjerat calon tersangka tanpa sedikit pun menyentuh eksisitensi UU no.40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas dan jelas ada disebutkan tentang bagaimana melakukan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi sebagai kontrol wartawan.
Kecenderungan hakim menggunakan KUHP daripada UU NO. 40 tahun 1999 dalam memutuskan perkara seperti yang terjadi menyangkut majalah Tempo misalnya ( dapat dilihat dalam buku yang diterbitkan oleh Tim Ombudsman Jawa Pos Grup, Agustus 2004 dengan judul “ Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi Anda, Ombudsman Memfasilitasinya )”.

Kondisi ini membuat publik menjadi ragu / bimbang terhadap upaya penegakan hukum ( Law Of Enforcement ) di Indonesia, kita jadi balik bertanya ulang apa manfaatnya Undang-Undang NO. 40 dibuat jika para hakim tidak menggunakannya sama sekali padahal substansinya untuk melindungi para kuli tinta dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Lalu persoalan berikutnya sudah tepatkah keputusan hakim mengabaikan UU tersebut, yang terakhir jika terjadi conflict of interest antara pembaca dengan wartawan atau organisasi persnya bagaimana bentuk konkrit penyelesaiannya?.

Pertanyaan diatas amat sulit dijawab dengan komentar atau opini, sebab kalau berbicara masalah hukum sudah barang tentu regulasi yang menjadi pedomannya. Pemerintah dewasa ini hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator / mediator saja gak boleh ikut mencampuri substansi pemberitaannya karena itu sudah wewenangnya Dewan Pers. Menurut penulis sebagai insan pers / kuli tinta perlu tahu beberapa pasal atau ayat dari UU no.40 tahun 1999 tentang Pers , agar di lapangan tidak salah langkah minimal dapat dijadikan landasan berpijak dalam rangka melaksanakan aktivitas jurnalistiknya antara lain ada disebutkan :

1. “ Wartawan adalah Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik “ ( Pasal 4 ayat 2, UU Pers ).

2. “Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran “ (Pasal 4 ayat 2, UU Pers).


3. “ Pers wajib melayani hak jawab “ ( Pasal 5 ayat 2, UU Pers ).

4. “ Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum “ ( Pasal 8, UU Pers ).


5. “ Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen “ ( Pasal 15 ayat 1, UU Pers ).
“ Dewan Pers melaksanakan fungsi – fungsi sebagai berikut : “
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain,
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers,
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus – kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah,
f. memfasilitasi organisasi – organisasi pers dalam menyusun peraturan – peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan,
g. mendata perusahaan pers. “ ( Pasal 15 ayat 2 a – g, UU Pers )

“ Anggota Dewan Pers terdiri dari :
h. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan,
i. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers,
j. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers “. ( Pasal 15 ayat 3 a – c, UU Pers ).

“ Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan anggota” . ( Pasal 15 ayat 4, UU Pers )
“ Keanggotaan Dewan Pers sebagimana dimaksud dalam ayat (3) pasal itu ditetapkan dengan keputusan Presiden “ ( Pasal 15 ayat 9, UU Pers )
“ Keanggotaan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya “ ( Pasal 15 ayat 6 , UU Pers ).
“ Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
k. organisasi pers,
l. perusahaan pers,
m. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat “. ( Pasal 15 ayat 7 a – c, UU Pers ).

6. “ Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan “. ( Pasal 17 ayat 1, UU Pers )
“ Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat berupa :
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers,
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional “. ( Pasal 17 ayat 2 a dan b, UU Pers )
7. “ Setiap orang yang secara sah melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “ ( Pasal 18 ayat 1, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “. (Pasal 18 ayat 2, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 ( Seratus Juta Rupiah ) “. ( Pasal 18 ayat 3, UU Pers ).

Memang aturan hukum sudah jelas diatur melalui pasal atau ayat dalam Undang-Undang, tinggal lagi bagaimana aparat penegak hukum mau menggunakannnya bukan melulu dengan KUHP saja melainkan juga UU no.40 tahun 1999 tentang Pers. Walau pun sangat disadari sangat gampang sekali orang menjadi wartawan tanpa ada seleksi, begitu juga perolehan kartu pers, serta ketidakmampuan wartawan dalam menjalankan profesi jurnalismenya dan menjamurnya WTS ( wartawan tanpa suratkabar ) kemudian hal-hal menyangkut organisasi pers itu sendiri.

Atas dasar fungsi, kewajiban dan peran yang maha berat itu, sekaligus maha dahsyat itu, maka UU Pers menjelaskan secara rinci bagaimana melakukan kontrol terhadap pers. Sebab jika tidak dilakukan kontrol, maka pers itu akan anarkis. Kekuasaan memang cenderung disalahgunakan ( power tends to corrupt ). Karena itu, sekali lagi diperlukan kontrol dari masyarakat, termasuk kontrol dalam hati nurani wartawan itu sendiri. Itulah sebabnya, Penjelasan Umum UU Pers menegaskan sebagai berikut.

Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945, maka perlu dibentuk UU Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam melaksanakan funsi, hak, kewajiban , dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut Pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : [1] oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, [2] oleh lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media [media wacth], dan [3] oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.

Dengan demikian terang dan benderang, bahwa UU Pers mensyaratkan 2 conditio sine quad non bagi kehidupan dan kinerja pers yang bermatabat dan tidak anarkis, yaitu : Pers yang profesional dan pers yang terbuka dikontrol oleh masyarakat, soal profesionalisme adalah soal yang harus terus-menerus di tumbuhkan oleh insan pers dengan meningkatkan pengetahuannya dan kejujuran serta kesatriaanya untuk senantiasa patuh dan menjunjung tinggi etika jurnalistiknya.
Sedangkan soal terbuka dikontrol oleh masyarakat adalah soal bagaimana kejujuran dan kesatrian pers mengakui kesalahan untuk selalu terbuka disanggah, ditanggapi dan dikoreksi bila terdapat kesalahan atas pemberitaannya, yang juga diamanatkan oleh etika jurnalistiknya.
Jikalau masing-masing profesi sadar dan mengerti tentang tugas, pokok dan fungsinya dalam menjalankan tugas sangat mungkin meminimalisir benturan yang terjadi di lapangan karena Undang-Undang dibuat kan untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Semoga semuanya dapat berfungsi dengan baik, Hidup Wartawan Indonesia.

Baca selengkapnya...

IMPLEMENTASI HAK JAWAB, HAK KOREKSI & KEWAJIBAN KOREKSI PERS

SEBAGAI KONTROL WARTAWAN MENURUT UU. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Sejak dibubarkannya Departemen Penerangan oleh Pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999 , praktis aktivitas pers tidak ada yang mengontrol dan mengendalikan sama sekali. Kemudian muncullah apa yang dinamakan euforia demokrasi yang salah satunya ditandai dengan kebebasan berpendapat / kebebasan berbicara ; dimana insan pers boleh berbuat apa saja dalam pemberitaannya tanpa ada yang mengingatkan mana yang salah, mana yang benar, mana yang layak diberitakan, mana yang tidak boleh diberitakan.
Selanjutnya mana yang perlu direvisi serta mana yang tidak boleh dimuat. Seakan-akan kita sebagai pembaca di satu pihak dan kuli tinta di pihak lain sudah kehilangan arah / kompas, sehingga acapkali kali di lapangan muncul friksi atau konflik horizontal yang tidak jarang mesti diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Republik Tercinta Indonesia Raya ini.

Namun demikian dengan lahirnya Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers yang sampai sekarang masih kontroversial, ternyata belum mampu juga berfungsi sebagai mediator atau pun memberikan solusi terhadap masalah yang sering terjadi menyangkut insan pers itu sendiri. Disana-sini muncul kasus antara pembaca yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, antara wartawan dengan organisasi pers, antara perusahaan pers dengan organisasi pers dan seterusnya. Bahkan ada kasus yang terpaksa mesti diselesaikan lewat jalur pengadilan contohnya kasus majalah Tempo di Jakarta.



Tetapi kemudian datang persoalan baru dalam persidangan, hakim sebagai pemegang otoritas tertinggi realitanya menggunakan KUHP untuk menjerat calon tersangka tanpa sedikit pun menyentuh eksisitensi UU no.40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas dan jelas ada disebutkan tentang bagaimana melakukan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi sebagai kontrol wartawan.
Kecenderungan hakim menggunakan KUHP daripada UU NO. 40 tahun 1999 dalam memutuskan perkara seperti yang terjadi menyangkut majalah Tempo misalnya ( dapat dilihat dalam buku yang diterbitkan oleh Tim Ombudsman Jawa Pos Grup, Agustus 2004 dengan judul “ Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi Anda, Ombudsman Memfasilitasinya )”.

Kondisi ini membuat publik menjadi ragu / bimbang terhadap upaya penegakan hukum ( Law Of Enforcement ) di Indonesia, kita jadi balik bertanya ulang apa manfaatnya Undang-Undang NO. 40 dibuat jika para hakim tidak menggunakannya sama sekali padahal substansinya untuk melindungi para kuli tinta dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Lalu persoalan berikutnya sudah tepatkah keputusan hakim mengabaikan UU tersebut, yang terakhir jika terjadi conflict of interest antara pembaca dengan wartawan atau organisasi persnya bagaimana bentuk konkrit penyelesaiannya?.

Pertanyaan diatas amat sulit dijawab dengan komentar atau opini, sebab kalau berbicara masalah hukum sudah barang tentu regulasi yang menjadi pedomannya. Pemerintah dewasa ini hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator / mediator saja gak boleh ikut mencampuri substansi pemberitaannya karena itu sudah wewenangnya Dewan Pers. Menurut penulis sebagai insan pers / kuli tinta perlu tahu beberapa pasal atau ayat dari UU no.40 tahun 1999 tentang Pers , agar di lapangan tidak salah langkah minimal dapat dijadikan landasan berpijak dalam rangka melaksanakan aktivitas jurnalistiknya antara lain ada disebutkan :

1. “ Wartawan adalah Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik “ ( Pasal 4 ayat 2, UU Pers ).

2. “Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran “ (Pasal 4 ayat 2, UU Pers).


3. “ Pers wajib melayani hak jawab “ ( Pasal 5 ayat 2, UU Pers ).

4. “ Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum “ ( Pasal 8, UU Pers ).


5. “ Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen “ ( Pasal 15 ayat 1, UU Pers ).
“ Dewan Pers melaksanakan fungsi – fungsi sebagai berikut : “
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain,
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers,
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus – kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah,
f. memfasilitasi organisasi – organisasi pers dalam menyusun peraturan – peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan,
g. mendata perusahaan pers. “ ( Pasal 15 ayat 2 a – g, UU Pers )

“ Anggota Dewan Pers terdiri dari :
h. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan,
i. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers,
j. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers “. ( Pasal 15 ayat 3 a – c, UU Pers ).

“ Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan anggota” . ( Pasal 15 ayat 4, UU Pers )
“ Keanggotaan Dewan Pers sebagimana dimaksud dalam ayat (3) pasal itu ditetapkan dengan keputusan Presiden “ ( Pasal 15 ayat 9, UU Pers )
“ Keanggotaan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya “ ( Pasal 15 ayat 6 , UU Pers ).
“ Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
k. organisasi pers,
l. perusahaan pers,
m. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat “. ( Pasal 15 ayat 7 a – c, UU Pers ).

6. “ Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan “. ( Pasal 17 ayat 1, UU Pers )
“ Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat berupa :
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers,
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional “. ( Pasal 17 ayat 2 a dan b, UU Pers )
7. “ Setiap orang yang secara sah melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “ ( Pasal 18 ayat 1, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “. (Pasal 18 ayat 2, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 ( Seratus Juta Rupiah ) “. ( Pasal 18 ayat 3, UU Pers ).

Memang aturan hukum sudah jelas diatur melalui pasal atau ayat dalam Undang-Undang, tinggal lagi bagaimana aparat penegak hukum mau menggunakannnya bukan melulu dengan KUHP saja melainkan juga UU no.40 tahun 1999 tentang Pers. Walau pun sangat disadari sangat gampang sekali orang menjadi wartawan tanpa ada seleksi, begitu juga perolehan kartu pers, serta ketidakmampuan wartawan dalam menjalankan profesi jurnalismenya dan menjamurnya WTS ( wartawan tanpa suratkabar ) kemudian hal-hal menyangkut organisasi pers itu sendiri.

Atas dasar fungsi, kewajiban dan peran yang maha berat itu, sekaligus maha dahsyat itu, maka UU Pers menjelaskan secara rinci bagaimana melakukan kontrol terhadap pers. Sebab jika tidak dilakukan kontrol, maka pers itu akan anarkis. Kekuasaan memang cenderung disalahgunakan ( power tends to corrupt ). Karena itu, sekali lagi diperlukan kontrol dari masyarakat, termasuk kontrol dalam hati nurani wartawan itu sendiri. Itulah sebabnya, Penjelasan Umum UU Pers menegaskan sebagai berikut.

Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945, maka perlu dibentuk UU Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam melaksanakan funsi, hak, kewajiban , dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut Pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : [1] oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, [2] oleh lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media [media wacth], dan [3] oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.

Dengan demikian terang dan benderang, bahwa UU Pers mensyaratkan 2 conditio sine quad non bagi kehidupan dan kinerja pers yang bermatabat dan tidak anarkis, yaitu : Pers yang profesional dan pers yang terbuka dikontrol oleh masyarakat, soal profesionalisme adalah soal yang harus terus-menerus di tumbuhkan oleh insan pers dengan meningkatkan pengetahuannya dan kejujuran serta kesatriaanya untuk senantiasa patuh dan menjunjung tinggi etika jurnalistiknya.
Sedangkan soal terbuka dikontrol oleh masyarakat adalah soal bagaimana kejujuran dan kesatrian pers mengakui kesalahan untuk selalu terbuka disanggah, ditanggapi dan dikoreksi bila terdapat kesalahan atas pemberitaannya, yang juga diamanatkan oleh etika jurnalistiknya.
Jikalau masing-masing profesi sadar dan mengerti tentang tugas, pokok dan fungsinya dalam menjalankan tugas sangat mungkin meminimalisir benturan yang terjadi di lapangan karena Undang-Undang dibuat kan untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Semoga semuanya dapat berfungsi dengan baik, Hidup Wartawan Indonesia.

Baca selengkapnya...

Bagaimana penilaian Anda terhadap tulisan-tulisan saya ini ?

Terjemahkan tulisan ini dalam Bahasa Inggris (In English)