SELAMAT DATANG...

Blog ini saya gunakan sebagai Media Komunikasi dan Informasi dan sekaligus menjadi wadah untuk menuangkan inspirasi-inspirasi yang ada.
Sebagai perkenalan pertama, yang perlu diketahui saya seorang Peneliti Komunikasi Politik pada

Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Informatika Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Pusat 10110 Lt. 4 Gedung Belakang





Rabu, 07 Mei 2008

SISI LAIN DARI SEMINAR “ UU ITE DALAM MENERTIBKAN SITUS PORNOGRAFI DAN KEJAHATAN DUNIA MAYA

PERAN APA YANG DAPAT DILAKUKAN PENELITI BIDANG APTEL DAN SKDI “

Bukan tanpa argumentasi diadakannya aktivitas acara seminar Peningkatan Kapasitas Peneliti Bidang Aptel dan SKDI dengan tema “ UU ITE Dalam Menertibkan Situs Pornografi Dan Kejahatan Dunia Maya “. Acara yang difasilitasi Puslitbang Aptel dan SKDI Badan Litbang SDM Departemen Komunikasi & Informatika RI.

Dipilihnya kota Yogyakarta sebagai tempat kegiatan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Kota Yogyakarta disinyalir sebagai pengakses situs porno tertinggi di Indonesia.
2. Kota Yogyakarta mempunyai paling banyak hacker dan blogger di Indonesia.
3. Kota Budaya ( keraton ) dan wisata.
4. Lokasi strategis dari segenap penjuru tanah air.


Bertempat di Convention Hotel LPP II, jl. Adisucipto KM-6 Yogyakarta dari tanggal 22 s/d 23 April 2008 dengan penceramah / narasumber :

1. DR. Ir. Achmad Junaidi ( Kepala Badan Informasi Daerah DIY ) dengan judul “ Kejahatan Dunia Maya ( Cyber Crime ). Sejauh mana efektivitas UU ITE dalam mencegah dan menindak pelakunya ? “.
2. Ir. Eko Indarto ( Pimpinan Yogya Net ) dengan judul : “ Pengembangan Konten Informasi dan Pemberdayaan Masyarakat Menuju Masyarakat Berpengetahuan Terkait UU ITE “.
3. Dr. S. Bayu Wahyono, M. Si ( Akademisi ) dengan judul : “ Urgensi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Aplikasi Telematika, Sarana Komunikasi, dan Diseminasi Informasi “.

Peserta datang dari seluruh Indonesia yaitu mayoritas para peneliti dan Kepala BPPI dari 8 ( Delapan ) wilayah serta dari Puslitbang Aptel – SKDI Badan Litbang SDM Depkominfo RI itu sendiri yang berjumlah 40 orang dengan perincian sbb :

1. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil I Medan.
2. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil II Jakarta.
3. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil III Bandung.
4. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil IV Yogyakarta.
5. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil V Surabaya.
6. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VI Banjarmasin.
7. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VII Makassar.
8. KA Balai dan Peneliti BPPI Wil VIII Manado.
9. Peneliti dari Puslitbang Aptel-SKDI.
10. LSM di Yogyakarta.
11. Fisipol Jurusan Komunikasi UGM.
12. Pemprov. Yogyakarta.
13. Badan Informasi Daerah (BID) Yogyakarta.
14. MMTC (Multi Media Trainning Centre) Yogyakarta.

Joke menurut Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi yang juga adalah guru besar Fisipol UGM Yogyakarta ini mengistilahkan :

1. Porno itu identik dengan gambar – gambar anatomi manusia.
2. Kata – kata sex sudah diblog di internet, sehingga banyak narasumber atau penceramah kekurangan bahan presentasi atau makalah sajiannya.
3. Ada istilah e – banking, e – education, e – procurement, e – life dan ada juga e – pacaran.
4. Detik.com setiap detik bisa berubah isinya tapi kalau website pemerintah tidak pernah berubah paling tahunan itu pun kalau ada. Makanya website pemerintah buat aja jadi tahunan.com.
Komentar : Oke Pak, Saya setuju kalau yang berubah itu berita / opini / substansi pada Detik.com tapi website pemerintah masalah tupoksi dan struktur kan tidak bisa berubah tunggu perintah dari Pusat….begitu lho Pak. Kalau berita / opini / substansi bisa saja berubah tiap harinya. Persoalannya pemerintah kualitas SDMnya kurang atau pimpinannya enggan merubahnya ? kalau di instansi Bapak gimana ? yang penting jangan NATO Pak !!.
5. Ada hal menarik kalau kita piawai mengakses internet : sangat menantang, sangat menguntungkan, sangat menyenangkan dan dapat uang lagi.
6. Ada dua email yang dapat digunakan adalah :
achmaddjunaedi@jogjaprov.go.id atau
achmaddjunaedi@yahoo.com. Jika ingin kontak dengan saya dapat melalui Email saya diatas. Pasti akan dibalas walau mungkin terlambat.

Joke menurut Ir. Eko Indarto Pimpinan Yogya Net :

1. Sangat boomingnya dunia IT di Kabupaten bantul ada arisan note book untuk Ibu – Ibu didaerah pedesaan. Menariknya mereka minta Pak Eko jadi tutor rutin ( Pelatihan ) bidang internet. Komentar : Itu arisan Dharma Wanita dipedesaan saja sudah maju bagaimana dengan kita orang kominfo ?.
2. E – mail : eko_indarto@jmn.net.id silahkan buka jika ingin konsultasi.
3. SDM kominfo ini handal-handal, gak tahu apa maksudnya apakah Sumber Daya Manusia atau Selamatkan Diri Masing-masing ha…ha….ha….ha…..

Resep Drs. Akmam Amir ( Kapus Litbang Aptel – SKDI, Badan Litbang SDM ) :

1. Untuk mengasah kemampuan para peneliti perlu ada kombinasi antara Teori, Metode, Alat ( Instrumen ), Teknologi, empat komponen itu sudah barang tentu akan menghasilkan keahlian / kemampuan.

Joke Drs. Bayu Wahyono, M.Si ( Akademisi ) :

1. Perlu melakukan penelitian dengan judul “ SPJ Kualitatif “. Komentar : Coba tebak apa maksudnya ya ?.
2. Penelitian Kualitatif butuh pengalaman, jadi kalau ada orang yang melakukannya hanya beberapa hari atau minggu, diragukan keabsahannya baik validitas dan realibilitasnya ?.
3. Rezim sekarang lebih fasis dari ORBA. Komentar : nyindir siapa Pak ?.
4. Komentar : Setelah saya hitung – hitung dengan Bu Haryati ( PLT KA. BPPI Bandung ) dalam setiap pembicaraan s/d selesai ada 200 kali kata – kata ( e ) baik waktu presentase atau dalam tanya – jawab . Saya juga gak tahu apa ini sebuah kebiasaan atau menjaga ritme pembicaraan atau saking hati-hatinya berbicara tebak saja deh ////.

SUBSTANSI MATERI yang perlu diketahui :

Mengapa Cybercrime sulit diselidiki ?

Hal itu disebabkan tiga faktor utama :

• Peningkatan jumlah kejahatan dunia maya.
• Kurangnya sumber daya ( penyelidik yang terlatih, peralatan ).
• Sifat internet itu sendiri ( kecepatan cybercrime, dampak yang ditimbulkan : lintas negara, kerentanan buktinya ).



Tujuan UU ITE

Melindungi kepentingan perorangan, masyarakat, properti / bisnis dan pemerintah :
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka menigkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Menigkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
d. Membuka kesempatan seluas – luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pamikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi se optimal mungkin dan bertanggung jawab dan,
e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Terlarang di Cyber : Pornografi, Perjudian, Pencemaran Nama Baik, dan Pemerasan/Pengancaman

Pasal 27
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Sejalan dengan pasal 27 diatas dalam KHUP juga ditegaskan secara tersurat yakni tertuang pada Ketentuan Pidana : Pasal 45 ayat 1 yang berbunyi : “ Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat 1, ayat 2, ayat 3, atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah).

Isu – isu TIK Dalam Penelitian Kualitatif

Dinamika sosial budaya yang mengikuti kehadiran TIK dalam suatu masyarakat merupakan seting utama dalam suatu penelitian kualitatif. Persepsi, sikap, tingkah laku warga masyarakat merupakan dalam suatu organisasi social adalah subyek penelitian menarik. Beberapa isu di seputar dinamika perkembangan TIK yang dapat menjadi agenda penelitian kualitatif, dapat di identifikasikan sebagai berikut :

1. Perilaku masyarakat pengguna dalam memanfaatkan media online.
2. Transformasi sosio-kultural aparat birokrasi dalam pelayanan publik kaitannya dengan UU KIP dan UU ITE.
3. Pola – pola perlaku masyarakat dalam menyongsong pemberlakuan UU KIP dan UU ITE.
4. Perilaku masyarakat dalam menggunakan mobile phone ( Hp ).
5. Perilaku masyarakat dalam menggunakan Internet.
6. Konsumen dalam transaksi melalui e – commerce.
7. Masyarakat desa dan Community Acces Point.
8. Masyarakat dalam dinamika pelayanan berbasis web.

Baca selengkapnya...

Senin, 05 Mei 2008

IMPLEMENTASI HAK JAWAB, HAK KOREKSI & KEWAJIBAN KOREKSI PERS

SEBAGAI KONTROL WARTAWAN MENURUT UU. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Sejak dibubarkannya Departemen Penerangan oleh Pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999 , praktis aktivitas pers tidak ada yang mengontrol dan mengendalikan sama sekali. Kemudian muncullah apa yang dinamakan euforia demokrasi yang salah satunya ditandai dengan kebebasan berpendapat / kebebasan berbicara ; dimana insan pers boleh berbuat apa saja dalam pemberitaannya tanpa ada yang mengingatkan mana yang salah, mana yang benar, mana yang layak diberitakan, mana yang tidak boleh diberitakan.
Selanjutnya mana yang perlu direvisi serta mana yang tidak boleh dimuat. Seakan-akan kita sebagai pembaca di satu pihak dan kuli tinta di pihak lain sudah kehilangan arah / kompas, sehingga acapkali kali di lapangan muncul friksi atau konflik horizontal yang tidak jarang mesti diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Republik Tercinta Indonesia Raya ini.

Namun demikian dengan lahirnya Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers yang sampai sekarang masih kontroversial, ternyata belum mampu juga berfungsi sebagai mediator atau pun memberikan solusi terhadap masalah yang sering terjadi menyangkut insan pers itu sendiri. Disana-sini muncul kasus antara pembaca yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, antara wartawan dengan organisasi pers, antara perusahaan pers dengan organisasi pers dan seterusnya. Bahkan ada kasus yang terpaksa mesti diselesaikan lewat jalur pengadilan contohnya kasus majalah Tempo di Jakarta.



Tetapi kemudian datang persoalan baru dalam persidangan, hakim sebagai pemegang otoritas tertinggi realitanya menggunakan KUHP untuk menjerat calon tersangka tanpa sedikit pun menyentuh eksisitensi UU no.40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas dan jelas ada disebutkan tentang bagaimana melakukan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi sebagai kontrol wartawan.
Kecenderungan hakim menggunakan KUHP daripada UU NO. 40 tahun 1999 dalam memutuskan perkara seperti yang terjadi menyangkut majalah Tempo misalnya ( dapat dilihat dalam buku yang diterbitkan oleh Tim Ombudsman Jawa Pos Grup, Agustus 2004 dengan judul “ Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi Anda, Ombudsman Memfasilitasinya )”.

Kondisi ini membuat publik menjadi ragu / bimbang terhadap upaya penegakan hukum ( Law Of Enforcement ) di Indonesia, kita jadi balik bertanya ulang apa manfaatnya Undang-Undang NO. 40 dibuat jika para hakim tidak menggunakannya sama sekali padahal substansinya untuk melindungi para kuli tinta dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Lalu persoalan berikutnya sudah tepatkah keputusan hakim mengabaikan UU tersebut, yang terakhir jika terjadi conflict of interest antara pembaca dengan wartawan atau organisasi persnya bagaimana bentuk konkrit penyelesaiannya?.

Pertanyaan diatas amat sulit dijawab dengan komentar atau opini, sebab kalau berbicara masalah hukum sudah barang tentu regulasi yang menjadi pedomannya. Pemerintah dewasa ini hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator / mediator saja gak boleh ikut mencampuri substansi pemberitaannya karena itu sudah wewenangnya Dewan Pers. Menurut penulis sebagai insan pers / kuli tinta perlu tahu beberapa pasal atau ayat dari UU no.40 tahun 1999 tentang Pers , agar di lapangan tidak salah langkah minimal dapat dijadikan landasan berpijak dalam rangka melaksanakan aktivitas jurnalistiknya antara lain ada disebutkan :

1. “ Wartawan adalah Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik “ ( Pasal 4 ayat 2, UU Pers ).

2. “Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran “ (Pasal 4 ayat 2, UU Pers).


3. “ Pers wajib melayani hak jawab “ ( Pasal 5 ayat 2, UU Pers ).

4. “ Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum “ ( Pasal 8, UU Pers ).


5. “ Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen “ ( Pasal 15 ayat 1, UU Pers ).
“ Dewan Pers melaksanakan fungsi – fungsi sebagai berikut : “
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain,
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers,
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus – kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah,
f. memfasilitasi organisasi – organisasi pers dalam menyusun peraturan – peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan,
g. mendata perusahaan pers. “ ( Pasal 15 ayat 2 a – g, UU Pers )

“ Anggota Dewan Pers terdiri dari :
h. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan,
i. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers,
j. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers “. ( Pasal 15 ayat 3 a – c, UU Pers ).

“ Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan anggota” . ( Pasal 15 ayat 4, UU Pers )
“ Keanggotaan Dewan Pers sebagimana dimaksud dalam ayat (3) pasal itu ditetapkan dengan keputusan Presiden “ ( Pasal 15 ayat 9, UU Pers )
“ Keanggotaan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya “ ( Pasal 15 ayat 6 , UU Pers ).
“ Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
k. organisasi pers,
l. perusahaan pers,
m. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat “. ( Pasal 15 ayat 7 a – c, UU Pers ).

6. “ Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan “. ( Pasal 17 ayat 1, UU Pers )
“ Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat berupa :
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers,
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional “. ( Pasal 17 ayat 2 a dan b, UU Pers )
7. “ Setiap orang yang secara sah melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “ ( Pasal 18 ayat 1, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “. (Pasal 18 ayat 2, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 ( Seratus Juta Rupiah ) “. ( Pasal 18 ayat 3, UU Pers ).

Memang aturan hukum sudah jelas diatur melalui pasal atau ayat dalam Undang-Undang, tinggal lagi bagaimana aparat penegak hukum mau menggunakannnya bukan melulu dengan KUHP saja melainkan juga UU no.40 tahun 1999 tentang Pers. Walau pun sangat disadari sangat gampang sekali orang menjadi wartawan tanpa ada seleksi, begitu juga perolehan kartu pers, serta ketidakmampuan wartawan dalam menjalankan profesi jurnalismenya dan menjamurnya WTS ( wartawan tanpa suratkabar ) kemudian hal-hal menyangkut organisasi pers itu sendiri.

Atas dasar fungsi, kewajiban dan peran yang maha berat itu, sekaligus maha dahsyat itu, maka UU Pers menjelaskan secara rinci bagaimana melakukan kontrol terhadap pers. Sebab jika tidak dilakukan kontrol, maka pers itu akan anarkis. Kekuasaan memang cenderung disalahgunakan ( power tends to corrupt ). Karena itu, sekali lagi diperlukan kontrol dari masyarakat, termasuk kontrol dalam hati nurani wartawan itu sendiri. Itulah sebabnya, Penjelasan Umum UU Pers menegaskan sebagai berikut.

Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945, maka perlu dibentuk UU Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam melaksanakan funsi, hak, kewajiban , dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut Pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : [1] oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, [2] oleh lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media [media wacth], dan [3] oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.

Dengan demikian terang dan benderang, bahwa UU Pers mensyaratkan 2 conditio sine quad non bagi kehidupan dan kinerja pers yang bermatabat dan tidak anarkis, yaitu : Pers yang profesional dan pers yang terbuka dikontrol oleh masyarakat, soal profesionalisme adalah soal yang harus terus-menerus di tumbuhkan oleh insan pers dengan meningkatkan pengetahuannya dan kejujuran serta kesatriaanya untuk senantiasa patuh dan menjunjung tinggi etika jurnalistiknya.
Sedangkan soal terbuka dikontrol oleh masyarakat adalah soal bagaimana kejujuran dan kesatrian pers mengakui kesalahan untuk selalu terbuka disanggah, ditanggapi dan dikoreksi bila terdapat kesalahan atas pemberitaannya, yang juga diamanatkan oleh etika jurnalistiknya.
Jikalau masing-masing profesi sadar dan mengerti tentang tugas, pokok dan fungsinya dalam menjalankan tugas sangat mungkin meminimalisir benturan yang terjadi di lapangan karena Undang-Undang dibuat kan untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Semoga semuanya dapat berfungsi dengan baik, Hidup Wartawan Indonesia.

Baca selengkapnya...

IMPLEMENTASI HAK JAWAB, HAK KOREKSI & KEWAJIBAN KOREKSI PERS

SEBAGAI KONTROL WARTAWAN MENURUT UU. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Sejak dibubarkannya Departemen Penerangan oleh Pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999 , praktis aktivitas pers tidak ada yang mengontrol dan mengendalikan sama sekali. Kemudian muncullah apa yang dinamakan euforia demokrasi yang salah satunya ditandai dengan kebebasan berpendapat / kebebasan berbicara ; dimana insan pers boleh berbuat apa saja dalam pemberitaannya tanpa ada yang mengingatkan mana yang salah, mana yang benar, mana yang layak diberitakan, mana yang tidak boleh diberitakan.
Selanjutnya mana yang perlu direvisi serta mana yang tidak boleh dimuat. Seakan-akan kita sebagai pembaca di satu pihak dan kuli tinta di pihak lain sudah kehilangan arah / kompas, sehingga acapkali kali di lapangan muncul friksi atau konflik horizontal yang tidak jarang mesti diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Republik Tercinta Indonesia Raya ini.

Namun demikian dengan lahirnya Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers yang sampai sekarang masih kontroversial, ternyata belum mampu juga berfungsi sebagai mediator atau pun memberikan solusi terhadap masalah yang sering terjadi menyangkut insan pers itu sendiri. Disana-sini muncul kasus antara pembaca yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, antara wartawan dengan organisasi pers, antara perusahaan pers dengan organisasi pers dan seterusnya. Bahkan ada kasus yang terpaksa mesti diselesaikan lewat jalur pengadilan contohnya kasus majalah Tempo di Jakarta.



Tetapi kemudian datang persoalan baru dalam persidangan, hakim sebagai pemegang otoritas tertinggi realitanya menggunakan KUHP untuk menjerat calon tersangka tanpa sedikit pun menyentuh eksisitensi UU no.40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas dan jelas ada disebutkan tentang bagaimana melakukan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi sebagai kontrol wartawan.
Kecenderungan hakim menggunakan KUHP daripada UU NO. 40 tahun 1999 dalam memutuskan perkara seperti yang terjadi menyangkut majalah Tempo misalnya ( dapat dilihat dalam buku yang diterbitkan oleh Tim Ombudsman Jawa Pos Grup, Agustus 2004 dengan judul “ Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi & Kewajiban Koreksi Anda, Ombudsman Memfasilitasinya )”.

Kondisi ini membuat publik menjadi ragu / bimbang terhadap upaya penegakan hukum ( Law Of Enforcement ) di Indonesia, kita jadi balik bertanya ulang apa manfaatnya Undang-Undang NO. 40 dibuat jika para hakim tidak menggunakannya sama sekali padahal substansinya untuk melindungi para kuli tinta dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Lalu persoalan berikutnya sudah tepatkah keputusan hakim mengabaikan UU tersebut, yang terakhir jika terjadi conflict of interest antara pembaca dengan wartawan atau organisasi persnya bagaimana bentuk konkrit penyelesaiannya?.

Pertanyaan diatas amat sulit dijawab dengan komentar atau opini, sebab kalau berbicara masalah hukum sudah barang tentu regulasi yang menjadi pedomannya. Pemerintah dewasa ini hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator / mediator saja gak boleh ikut mencampuri substansi pemberitaannya karena itu sudah wewenangnya Dewan Pers. Menurut penulis sebagai insan pers / kuli tinta perlu tahu beberapa pasal atau ayat dari UU no.40 tahun 1999 tentang Pers , agar di lapangan tidak salah langkah minimal dapat dijadikan landasan berpijak dalam rangka melaksanakan aktivitas jurnalistiknya antara lain ada disebutkan :

1. “ Wartawan adalah Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik “ ( Pasal 4 ayat 2, UU Pers ).

2. “Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran “ (Pasal 4 ayat 2, UU Pers).


3. “ Pers wajib melayani hak jawab “ ( Pasal 5 ayat 2, UU Pers ).

4. “ Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum “ ( Pasal 8, UU Pers ).


5. “ Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen “ ( Pasal 15 ayat 1, UU Pers ).
“ Dewan Pers melaksanakan fungsi – fungsi sebagai berikut : “
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain,
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers,
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus – kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah,
f. memfasilitasi organisasi – organisasi pers dalam menyusun peraturan – peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan,
g. mendata perusahaan pers. “ ( Pasal 15 ayat 2 a – g, UU Pers )

“ Anggota Dewan Pers terdiri dari :
h. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan,
i. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers,
j. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers “. ( Pasal 15 ayat 3 a – c, UU Pers ).

“ Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan anggota” . ( Pasal 15 ayat 4, UU Pers )
“ Keanggotaan Dewan Pers sebagimana dimaksud dalam ayat (3) pasal itu ditetapkan dengan keputusan Presiden “ ( Pasal 15 ayat 9, UU Pers )
“ Keanggotaan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya “ ( Pasal 15 ayat 6 , UU Pers ).
“ Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
k. organisasi pers,
l. perusahaan pers,
m. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat “. ( Pasal 15 ayat 7 a – c, UU Pers ).

6. “ Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan “. ( Pasal 17 ayat 1, UU Pers )
“ Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat berupa :
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers,
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional “. ( Pasal 17 ayat 2 a dan b, UU Pers )
7. “ Setiap orang yang secara sah melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “ ( Pasal 18 ayat 1, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) “. (Pasal 18 ayat 2, UU Pers ).
“ Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 ( Seratus Juta Rupiah ) “. ( Pasal 18 ayat 3, UU Pers ).

Memang aturan hukum sudah jelas diatur melalui pasal atau ayat dalam Undang-Undang, tinggal lagi bagaimana aparat penegak hukum mau menggunakannnya bukan melulu dengan KUHP saja melainkan juga UU no.40 tahun 1999 tentang Pers. Walau pun sangat disadari sangat gampang sekali orang menjadi wartawan tanpa ada seleksi, begitu juga perolehan kartu pers, serta ketidakmampuan wartawan dalam menjalankan profesi jurnalismenya dan menjamurnya WTS ( wartawan tanpa suratkabar ) kemudian hal-hal menyangkut organisasi pers itu sendiri.

Atas dasar fungsi, kewajiban dan peran yang maha berat itu, sekaligus maha dahsyat itu, maka UU Pers menjelaskan secara rinci bagaimana melakukan kontrol terhadap pers. Sebab jika tidak dilakukan kontrol, maka pers itu akan anarkis. Kekuasaan memang cenderung disalahgunakan ( power tends to corrupt ). Karena itu, sekali lagi diperlukan kontrol dari masyarakat, termasuk kontrol dalam hati nurani wartawan itu sendiri. Itulah sebabnya, Penjelasan Umum UU Pers menegaskan sebagai berikut.

Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945, maka perlu dibentuk UU Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam melaksanakan funsi, hak, kewajiban , dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut Pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : [1] oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, [2] oleh lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media [media wacth], dan [3] oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.

Dengan demikian terang dan benderang, bahwa UU Pers mensyaratkan 2 conditio sine quad non bagi kehidupan dan kinerja pers yang bermatabat dan tidak anarkis, yaitu : Pers yang profesional dan pers yang terbuka dikontrol oleh masyarakat, soal profesionalisme adalah soal yang harus terus-menerus di tumbuhkan oleh insan pers dengan meningkatkan pengetahuannya dan kejujuran serta kesatriaanya untuk senantiasa patuh dan menjunjung tinggi etika jurnalistiknya.
Sedangkan soal terbuka dikontrol oleh masyarakat adalah soal bagaimana kejujuran dan kesatrian pers mengakui kesalahan untuk selalu terbuka disanggah, ditanggapi dan dikoreksi bila terdapat kesalahan atas pemberitaannya, yang juga diamanatkan oleh etika jurnalistiknya.
Jikalau masing-masing profesi sadar dan mengerti tentang tugas, pokok dan fungsinya dalam menjalankan tugas sangat mungkin meminimalisir benturan yang terjadi di lapangan karena Undang-Undang dibuat kan untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Semoga semuanya dapat berfungsi dengan baik, Hidup Wartawan Indonesia.

Baca selengkapnya...

Bagaimana penilaian Anda terhadap tulisan-tulisan saya ini ?

Terjemahkan tulisan ini dalam Bahasa Inggris (In English)