SELAMAT DATANG...

Blog ini saya gunakan sebagai Media Komunikasi dan Informasi dan sekaligus menjadi wadah untuk menuangkan inspirasi-inspirasi yang ada.
Sebagai perkenalan pertama, yang perlu diketahui saya seorang Peneliti Komunikasi Politik pada

Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Informatika Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Pusat 10110 Lt. 4 Gedung Belakang





Kamis, 17 April 2008

AMBRUKNYA SITUS DEPKOMINFO PASCA UU ITE SERTA URGENSINYA DALAM MENJAGA DAN MENGINGATKAN ANAK BANGSA DEMI KELANGSUNGAN GENERASI PENERUS.

DATA INTERNET TENTANG RUU ITE

1. Selasa, 13 / 11 / 2007 09.25 WIB
Jebolnya Jutaan Dolar dari Kartu Kredit
Fransiska Ari Wahyu – detikinet.com
2. Senin. 14 / 01 / 2008 09.00 WIB
Panjang Kartu Kredit Bajakan, Bulok ‘Purwokerto’ Dimatikan Google !
Annisa M. Zakir – detikinet.com
3. Senin. 14 / 01 / 2008 11.31 WIB
Siapa Blogger ‘Purwokerto‘ Penyebar Nomor Kartu Kredit ?
Wicaksono Hidayat - detikinet.com
4. Senin, 14 / 01 / 2008 14.14 WIB
Blogger ‘Purwokerto‘ Bisa Dijerat Tanpa Aduan
Ardhi Suryadi – detikinet.com
5. Selasa, 15 / 01 / 2008 10.51 WIB
Jasakom Ngakunya Tak Kenal Blogger ‘Purwokerto‘
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
6. Selasa, 15 / 10 / 2008 11.23 WIB
Pengawas Internet Tak Pusingkan Blogger ‘Purwokerto‘
Ardhi Suryadhi – detikinet.com
7. Selasa, 15 / 01 / 2008 12.05 WIB
Onno : ‘Blogger Purwokerto Canggih‘
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com

8. Selasa, 15 / 01 / 2008 14.39 WIB
Insiden Blog ‘ Purwokerto ‘ Perburuk Citra Indonesia
Ahmad Rouzni Noor II – detikinet.com
9. Selasa, 15 / 01 / 2008 17.43 WIB
Enda : Blogger ‘Purwokerto‘ Bodoh !
Ardhi Suryadi – detikinet.com

DATA INTERNET TENTANG UU ITE

1. Kamis, 27 / 03 / 2008 08.25 WIB
Tantang UU ITE, Situs Depkominfo Diacak – acak !
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
2. Kamis, 27 / 03 / 2008 19.21 WIB
Situs Depkominfo Tumbang !
Ardhi Suryani – detikinet.com
3. Kamis, 27 / 03 / 2008 10.26 WIB
Situs Depkominfo sudah Pulih
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
4. Kamis, 27 / 03 / 2008 11.04 WIB
Roy Suryo : Pelakunya ‘Mereka‘! Tunggu Aksi Saya
Ardhi Suryadhi – detikinet.com
5. Kamis, 17 / 03 / 2008 14.53 WIB
Situs Depkominfo Diserbu, Situs SBY Deg – degan
Ardhi Suryadhi – Detikinet.com
6. Kamis, 27 / 03 / 2008 19.34 WIB
Situs Diusili ‘Dedemit Maya‘, Menkominfo Santai Saja
Achmad Rouzni Noor II – detikinet.com
7. Kamis, 27 / 03 / 2008 20.10 WIB
Menkominfo : Blokir Situs Porno Tak Harus 100 Persen
8. Jum’at, 27 / 03 / 2008 08.25 WIB
Situs Golkar Dipasang Gambar ‘Roy Suryo‘ Dan 2 Cewek Bule
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com

9. Jum’at, 28 / 03 /2008 09.11 WIB
Situs Golkar Semaput !
Achmad Rouzni Noor II – detikinet.com
10. Jum’at, 28 / 03 / 2008 10.35 WIB
Download UU Informasi dan Transaksi Elektronik
Pool – detikinet.com
11. Selasa, 01 / 04 / 2008 07.55 WIB
Ampun, ‘Roy Suryo’ Bertelanjang Dada ( Lagi ) !
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
12. Selasa, 01 / 04 / 2008 12.02 WIB
Postel Tak Akui Situs yang Disusukan ‘Roy Suryo‘
Ardhi Suryadhi – detikinet.com
13. Selasa, 01 / 04 /2008 08.40 WIB
‘Roy Suryo‘ Sempatkan Diri Sambangi Postel. go.id
Yunitalia Subroto – detikinet.com
14. Selasa, 01 / 04 / 2008 12.33 WIB
Blogger Tantang Roy Suryo Berdialog
Dewi Widya Nigrum – detikinet.com
15. Selasa, 15 / 04 / 2008 22.52 WIB
Pesan Pembobol Kominfo ‘Jangan Kutip Roy Suryo‘
Wicaksono Hidayat – detikinet.com
16. Rabu, 16 / 04 / 2008 09.55 WIB
Cara ‘Bodoh‘ Menyusup ke Situs MPR RI Sekejap Mata !
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
17. Rabu, 16 / 04 / 2008 10.55 WIB
Situs MPR Jadi Bulan – bulanan
Dewi Widya Ningrum – detikinet.com
18. Rabu, 16 / 04 / 2008 11.36 WIB
Pengelola Situs Kominfo Itu ‘Mobil Tua yang Bobrok‘
Ardhi Suryadhi – detikinet.com.

Analisis Media Baru dari Perspektif Komunikasi Politik

Rentetan kejadian diatas bukan datang secara tiba – tiba tanpa sebab musabab, bak kata pepatah tidak ada asap tanpa api, namun kenapa datangnya setelah UU ITE disahkan yang sebelumnya ketika masih draft RUU ITE tidak ada sama sekali yang mencoba hantam produk legislative tersebut termasuk komunitas IT sendiri. Terlepas dari siapa yang membuat draft itu sehingga menjadi UU ITE, yang pasti sudah ada itikad baik dari eksekutif dan legislative Republik Indonesia.
Apakah ini baru awal saja ataukah sudah berakhir sejak mulai diterapkannya Undang – Undang dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak ada yang bias menjawab, tapi yang jelas serta pasti ada awal dan pasti ada akhirnya. Yang menjadi persoalan adalah sudah berlangsung dan kapankah berakhirnya ? Pertanyaan inilah yang sulit dijawab, yang pasti waktu akan berjalan terus siapa pun tidak akan dapat menghalanginya.
Diakui atau tidak menurut hemat penulis memang perlu perbaikan system security situs depkominfo, karena rentan terhadap ulah para dedemit maya, untuk hal ini Ari santoso pun angkat bicara dengan mengatakan : “ Pihaknya kerap melakukan tambal sulam di situs yang dibangun tahun 2004 ini. Hal itu dilakukan untuk menutup lubang-lubang yang bertebaran di situs yang beralamat di www.depkominfo.go.id ini. Jadi ibarat mobil, situs ini sudah seperti mobil lama. Tidak bisa hanya mengganti komponennya satu per satu, mau gak mau mobilnya harus diganti karena teknologinya gak sesuai”. Jabatan sehari-hari beliau adalah Kepala Pusat Data sekaligus pengelola portal depkominfo. Aksi paling baru yang menerpa database pemetaan e-commerce Indonesia yang dimiliki depkominfo jadi sasaran keusilan dedemit maya tersebut ( Rabu,16/04/2008 11:36 WIB ).
Berbicara masalah situs Depkominfo sebenarnya beberapa komunitas IT seperti Mastel ( Masyarakat telematika Indonesia ), APJII ( Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ), AWARI ( Asosiasi Warung Internet Indoesia ), para lulusan STMIK ( Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer ), D3 dan S2 Ilmu Komputer lainnya atau pun individu-individu yang concern terhadap EKSISTENSI pemerintah sudah memberikan warning security tapi kelihatannya terabaikan sama sekali atau anggap enteng atau diabaikan saya tidak tahu.
Dari kacamata komunikasi politik bisa jadi empat kemungkinan yang menyebabkan jebolnya situs resmi yang dikelola pemerintahan : Pertama, kebencian para dedemit maya kepada pakar telematika Roy Suryo yang selalu berada di belakang Depkominfo. Kedua, memang ada celah dalam pasal-pasal UU ITE atau pasal-pasal controversial dengan ancaman hukuman yang dianggap terlalu berat & keras. Ketiga, kurangnya pendekatan personal approach kepada komunitas IT dimana pun mereka berada secara intensif dan berkesinambungan. Keempat, rapuhnya administrator situs terkait.
Dapat dibayangkan setelah disahkannya Undang –Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut secara beruntun / bertubi-tubi situs resmi pemerintahan diserang oleh yang kata Pak Roy Suryo adalah: “ Para Hacker dan Bloger “ mulai dari situs Depkominfo, situs Golkar, Situs SBY serta yang terakhir situs MPR RI kemungkinan besar apakah akan menyusul situs yang lainnya ?.
Namun perlu diingat juga adalah bahwa Departemen Komunikasi dan Informatika yang mengawal jalannya UU ITE sudah barang tentu melibatkan unsure – unsure terkait; perlu mawas diri serta meningkatkan capability SDM Internalnya. Bukan maksud saya mengomentari tanpa argumentasi, memang benar di negara kita sekarang dunia IT boleh dikata sedang “BOOMING” namun demikian decision maker tidak juga boleh mengabaikan komponen komunikasinya. Kombinasi antara istilah Komunikasi dan Informatika menjadikan nama sebuah departemen yaitu Departemen Komunikasi & Informatika untaian kata yang indah kalau dirangkai harus diberdayakan kedua – duanya, walaupun trendnya kita sedang menuju ke dunia ICT.
Sedih dan pilu rasanya hati ini sesama komponen anak bangsa saling uji kemampuan & uji nyali ingin membuktikan dirinya siapa yang paling kuat ? yang kecenderungannya saling bantai, saling menghancurkan serta saling membunuh satu dengan yang lainnya. Mungkin saja jika founding father kita masih hidup pasti dia marah besar terhadap apa yang disaksikannya tersebut . Kenapa kok dalam mengisi kemerdekaan mesti pakai berkelahi segala sudah cukuplah darah tumpah sewaktu mereka memperjuangkan kemerdekaan saja.
Menurut saya kita tidak usah saling menyalahkan satu sama lain, marilah kita semua berfikir positif ( positive thinking ) saja. Bekerja yang baik sesuai dengan keahlian masing-masing dengan memikirkan masa depan anak bangsa Indonesia yang sedang tumbuh subur mencari jati dirinya.
Kalau begini terus apakah pantas kita disebut pahlawan, atau bahkan jadi penghianat atau apa pun istilahnya. Namun bagi saya yang terpenting ialah kontribusi apa yang bisa disumbangkan demi kemaslahatan umat serta untuk kejayaan bangsa dan negara tercinta ini. Ya , semoga saja..

Baca selengkapnya...

Selasa, 08 April 2008

MOTIVASI POLITIK ARTIS MENJADI CALON ANGGOTA LEGISLATIF DI DAERAH PEMILIHAN JAWA TIMUR DALAM PEMILIHAN UMUM 2004

Oleh : Ramon Kaban
Hasil Penelitian ini telah dipresentasikan pada “ Temu Imiah Peneliti Bidang Komunikasi dan Informatika “ Lembaga Informasi Nasional ( LIN ) di Jakarta April 2005, mendapat predikat sebagai juara I.
Penulis adalah peneliti komunikasi pada BPPI Wilayah V Surabaya dan sekaligus sebagai Kepala Seksi Program dan Evaluasi, juga sebagai Founding Father Fakultas Ilmu Komunikasi UK Petra Surabaya. Menyelesaikan pendidikan S2 Program Studi Ilmu –Ilmu Sosial – Bidang Kajian Utama Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung, lulus 11 juli 1997.

ABSTRAK
Artis merupakan salah satu profesi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Keberadaan artis menjadi Calon Legislatif diharapkan oleh elit partai politik sebagai pendulang massa dan pengumpul suara. Tahun 2004 kredibilitas partai kian merosot oleh karena itu, artis diminta untuk ikut membantu mengangkat image / citra partai di mata publik. Fenomena ini menjadi menarik untuk diteliti dalam kancah komunikasi politik.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pada tahun 2004 rakyat Indonesia menyambut pesta demokrasi terbesar, transparan (terbuka) dan langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Demikian pula pada tahun 2004 bangsa Indonesia akan melakukan pemilihan umum dengan proporsional terbuka untuk memilih para anggota DPR / DPRD dan sistem distrik untuk memilih angggota DPD.
Berbagai Partai Politik ( Parpol ) berlomba mendapatkan suara dan simpati dari rakyat, termasuk di dalamnya para artis sebagai calon legislatif yang tersebar pada 24 parpol untuk pemilu 2004 yang sudah diseleksi oleh Komisi Pemilihan Umun ( KPU ). Keikutsertaan para artis dimaknai beragam, mulai dari berita yang baik sampai kepada yang buruk. Berita baiknya para artis dijadikan sebagai penarik massa kampanye dan pendulang suara ( vote getter ). Selain itu posisi artis juga menegaskan makin menyebar basis sosial politisi kita. Sedangkan berita buruknya, sering kali kehadiran aris didunia politik dalam Pemilu 2004 ini diragukan kemampuannya sebagai wakil rakyat. Dalam Pemilu 2004 wawasan politik artis itu sendiri sudah mendapat peneguhan; artinya mereka tidak sekedar pendulang suara apalagi pemandu sorak. Tetapi terlibat sebagai kandidat memperebutkan kursi DPR melalui berbagai partai.
Eep Saefulloh Fatah menggaris bawahi, bahwa: selebriti ( artis film, sinetron, musik, model ) telah didudukkan sebagai sumber rekruitmen politik yang penting. Ia menegaskan, betapa dunia politik kian terbuka bagi siapa saja. Namun demikian, ada juga berita buruknya juga yaitu dengan hadirnya para artis dalam daftar nama susunan calon legislatif dapat menggiring pemilih menjadi pemuja atau pengkultus, bukan pemilih yang kalkulatif dan rasional. Sebab tidak jarang aktualisasai diri artis ini pun bermacam – macam sebelum terjun ke panggung politik memang sudah bermasalah. ( Skh.Kompas, 11/3/2004:4 ).
Fenomena yang menarik pada kampanye Pemilu 2004 ini adalah keterlibatan artis – artis atau selebriti yang direkrut oleh partai – partai politik secara instan. “ Mereka direkrut sebagai pendulang suara ( vote getter ). Keterlibatan para artis ini tidak hanya dimanfaatkan sebgai anggota legislatif dari partai politik yang mewakili berbagai daerah pemilihan ”. ( Khoirudin; 2004:111 ).
Pada kampanye pemilu dari 11Maret- 1 april 2004 banyak sekali partau mendekati artis untuk memeriahkan acara kampanye mereka. Namun secara umum artis merespon permintaan itu dalam tiga kategori. Pertama, penyanyi yang dengan tegas menolak untuk mengisi acara partai dalam kampanye. Lolot, penyanyi yang meroket namanya belakangan ini misalnya, sudah menyatakan tidak mau tampil dalam kampanye parpol. Bintang band yang justru melagukan sikap golput, juga tidak mau tampil dalam acara kampanye. Kedua, penyanyi yang mau menyanyi sebatas mengisi acara , asal tidak disuruh menjadi juru kampanye, mereka tidak khawatir. Agung Wirasuta, penyanyi pop Bali pria terbaik dalam ajang Gita Denspot Award 2004, mengatakan sudah sepakat untuk mengisi acara hiburan sebuah partai selama masa kampanye. Hal ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Ketiga, penyanyi yang benar – benar “ bekerja secara total untuk Parpol ”, seperti halnya Yong Sagita, dalam albumnya “ Jayalah Partaiku ”. Tapi Yong mengatakan, tidak mau menjadi caleg karena kalu terpilih, tidak bisa bebas lagi mengkritik. ( Skh. Kompas, 14 maret 2004, hal 17 ).
Elite partai mengharapkan kehadiran artis mampu menyedot massa banyak, ingin mengubah image ( citra ) yang menganggap bahwa dunia artis penuh glamour tidak punya kontribusi pada pembangunan bangsa, dan diharapkan dapat mengemban aspirasi rakyat secara maksimal dengan menyuarakan kepentingan wong cilik.
Banyak hal yang dapat dikemukakan sebagai suatu fenomena menarik mengenai kecenderungan yang terjadi dikalangan artis beramai – ramai beralih kedunia politik, namun yang menjadi kenyataan hijrahnya para artis kedunia politik menimbulkan berbagai prasangka dan kekhawatiran bahwa artis identik dengan dunia kemewahan, sementara masyarakat terdiri dari berbagai lapisan dengan tingkat sosial ekonomi yang sebagian terbesar justru berada di garis kemiskinan. Oleh karenanya menarik untuk melakukan penelitian motivasi politik artis untuk terjun ke dunia politik dengan menjadi calon anggota legislatif yang terhormat, akankah artis yang dalam kehidupan yang penuh kemewahan tersebut mampu memahami dan bahkan mengangkat masyarakat lapisan bawah tersebut.
Kemudian yang menjadi persoalan berikutnya serta menarik dibahas lebih lanjut adalah justru mengapa partai politik berlomba mencari artis untuk dijadikan anggota legislatif, padahal pihaknya sudah mengetahui tentang kehidupan artis itu sendiri.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti dikemukakan terlebih dahulu maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

a. Apakah yang mendasari motivasi politik artis menjadi calon legislatif Daerah Pemilihan Jawa Timur dalam Pemilihan Umum 2004 ?
b. Mengapa Partai Politik berusaha mencari artis untuk dijadikan calon anggota legislatif ?

3.1 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui motivasi politik artis menjadi calon anggota legislatif Daerah Pemilihan Jawa Timur dalam Pemilihan Umum 2004 ?
b. Untuk mengetahui mengapa Partai Politik berusaha mencari artis untuk dijadikan calon anggota legislatif ?

3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritis :
1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pendidikan politik anak bangsa khususnya dalam komunikasi politik.
2. Memberikan sumbangan pemikiran tentang perlunya kepedulian masyarakat terhadap kehidupan demokrasi khususnya bagi artis dan masyarakat pada umumnya.
b. Kegunaan Praktis :
1. Memberi kontribusi kepada elit politik dan masyarakat umum terhadap keberadaan artis dalam dunia politik bagi perkembangan dan pertumbuhan demokrasi yang baik di Indonesia ;
2. Membuka wawasan terhadap keikut – sertaan masyarakat dalam menentukan arah kehidupan bangsa, yang dimulai dari dalam diri sendiri terlebih dahulu.

4. Lingkup Penelitian

4.1 . Lokasi penelitian di daerah Jawa Timur khususnya kota Surabaya karena keterbatasan waktu dan keterbatasan dana. Kalau pun ada calon responden diluar Jawa Timur hanya sebagai pembanding ataupun informan saja.
4.2. Bahwa artis yang dijadikan responden tidak dilihat semata – mata hanya dari asal organisasi parpolnya, tetapi melihatnya lebih dominan dari personnya masing – masing.
4.3. Kategori artis dalam penelitian ini adalah pekerja seni, sehingga tidak terbatas pada artis layar kaca atau layar lebar saja, namun semua artis yang bekerja dibidang seni; termasuk pecinta seni.
4.4. Karakteristik artis yang dijadikan responden adalah artis yang sesuai dengan profesi keartisanya ( menurut kuesioner ), dan dicalonkan oleh Partai Politik menjadi calon anggota legislatif baik di pusat atau di Provinsi daerah pemilihan Jawa timur.
4.5. Artis yang menjadi calon anggota legislatif dijadikan responden tanpa mempertimbangkan nomor sepatu atau nomor jadi, senior atau junior, dari Parpol Besar, Parpol kecil atau Parpol Baru.
4.6. Yang dimaksud profesi artis adalah seseorang yang mendapatkan upah / bayaran karena pekerjaan / profesinya yang berkaitan dengan dunia seni, ataupun yang karena hobbynya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia seni dan iklas melakukannya tanpa upah sekali pun.
4.7. Anggota legislatif dalam penelitian ini adalah seseorang yang duduk sabagai anggota DPR, DPRD Provinsi Jawa Timur dan DPRD kota maupun Kabupaten di Daerah Jawa Timur.


5. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian empiris dan jenis penelitiannya adalah kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara berdasarkan interview guide ( pedoman wawancara ) yang bersifat terbuka dan terstruktur , yang akan menjadi instrumen utama dalam analisis data. Dengan demikian saat berlangsungnya wawancara sangat dimungkinkan berkembangnya pertanyaan sesuai dengan kenyataan yang diperoleh di lapangan.
Kemudian informasi yang diperoleh akan didukung oleh perolehan data dari informan yang mempunyai kapasitas dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, yakni dari pihak KPUD Provinsi Jawa Timur, dan dari pengurus partai politik yang calonnya berasal dari kalangan artis. Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara non - statistik, dan hasil yang akan diperoleh bersifat deskriptif kualitatif sesuai dengan metode analisisnya yang deskriptif analitis.
Adapun pendekatan yang akan dipergunakan dalam penelitian komunikasi politik ini adalah sosiologis, untuk mengetahui motivasi politik diri dari calon anggota legislatif artis dalam memasuki kancah / panggung politik. Demikian juga faktor - faktor pendorong yang menyebabkan artis beralih dari dunianya yang selama ini telah digelutinya.
Responden dalam penelitian ini adalah beberapa orang artis yang dipilih secara random berdasarkan daerah pemilihan di Jawa Timur dalam Pemilu 2004.

6. Kerangka Teori

Pengertian Artis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, ” ahli seni, seniman, seniwati ( seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama ). ” ( Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K, 1990:49 ). Dengan demikian artis dapat juga didefinisikan sebagai selebriti yang dapat diartikan sebagai orang-orang yang terkenal dalam dunia seni.
Umumnya alasan orang untuk aktif dalam politik, adalah alasan sama yang mendorongnya untuk mengerjakan pekerjaan lain yang mana saja yakni, karena memang itu pilihanya sendiri secara sukarela. Ia mendapatkan kepuasan. Bahkan seorang sukarelawan yang altruistik bagaimanapun, masih menguntungkan dirinya sendiri juga, karena alasan mengapa ia aktif adalah untuk memperoleh kepuasan bagi dirinya sendiri ( Arnold S., 1981:8 ).
Pengertian Motifasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah :
(1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
(2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatanya. ( Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, 1990: 593 ).

Adanya keinginan para artis untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, telah menimbulkan motif - motif tertentu yang menjadi dorongan untuk memasuki dunia politik, karena motif itu sendiri adalah dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga pengerak lainnya yang berasal dari dalam dirinnya ( W.A. Gerungan, 1983:143 ), sehingga seseorang membentuk aktifitas dominan terhadap kegiatannya ( Hugo F. Reading,1986:263 ). Namun demikian hasrat artis perlu mendapat dukungan dari komunitasnya, sehingga semakin menguatkan tekad untuk maju berkompetisi; “ But motivation isn’t their job. It’s a manager’s job. After all, line management wants the credit for result - and quite rightly ”. ( Andrew Sargent, 2001:26 ).
Sedangkan yang melatar belakangi timbulnya motif seseorang adalah karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan , sebagaimana yang dinyatakan oleh Walter Langer bahwa kebutuhan manusia itu ada tiga macam, yaitu:
1. Kebutuhan fisik ( physical needs ), yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan tubuh, seperti makan, minum dan pakaian.
2. Kebutuhan sosial ( social needs ), yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab.
3. Kebutuhan egoistis ( egoistic needs ), yaitu kebutuhan yang tujuannya bakan semata-mata untuk berhubungan dengan orang lain, akan tetapi lebih dari itu ingin mendapat pengakuan keistimewaan dari orang lain akan dirinya. ( Walter Langer dalam Onong U. Effendy, 1983:57-58 ).
Dengan ketiga macam kebutuhan tersebut, tentunya masing-masing orang memiliki keinginan untuk dapat memenuhinya, dan dorongan keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan menyebabkan seseorang termotivasi; baik itu motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi maupun motivasi berkuasa. ( Mc. Clelland dalam Ibrahim Indrajaya, 1983:78 ).
Dari ketiga macam motivasi tersebut, dalam penelitian ini ditekankan pada motivasi berafiliasi yang akan tercermin pada keinginan seseorang untuk menciptakan, memelihara dan mengembangkan hubungan dan suasana kebatinan serta perasaan yang saling menyenangkan sesama manusia, atau dengan kata lain ingin selalu berkelompok dan berinteraksi dengan orang lain.
Bagi seseorang yang merasa perlu untuk berkelompok, berarti merasa membutuhkan orang lain, dan bagaimanapun juga, sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain untuk dapat hidup secara baik dan “ layak ”. Dalam kaitannya dengan penelitian ini lembaga legislatif dapat digunakan sebagai wadah kegiatan individu maupun kelompok agar keinginan tersebut dapat terpenuhi; tentunya dengan turut serta secara aktif dalam rangkaian kegiatan Pemilihan Umum ( Pemilu ) untuk memilih anggota legislatif.
Pemenuhan keinginan ( motivasi ) berafiliasi pada penelitian ini akan dioperasikan dalam bentuk kegiatan menciptakan hubungan, memelihara hubungan serta mengembangkan hubungan di antara sesama anggota masyarakat pada umumnya serta dengan anggota partai politik peserta pemilu khususnya. Sehingga keinginan - keinginan tersebut diarahkan kepada satu faktor, yakni keinginan artis untuk menjadi anggota legislatif.
Sehubungan dengan hal itu, lembaga legislatif sebagai sebuah kelompok atau grup menurut pendekatan sosiologi mengandung arti sejumlah orang yang berinteraksi secara bersama-sama dan memiliki kesadaran keanggotaan yang didasarkan pada kehendak - kehendak perilaku yang disepakati bersama.
Kebersamaan di antara sejumlah orang untuk membentuk menjadi sebuah kelompok sosial, bukanlah berarti tanpa syarat-syarat tertentu untuk dapat disebut sebagai kelompok sosial karena;
1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar merupakan sebagian dari kelompok itu.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya, dalam kelompok itu.
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota – anggota kelompok tersebut, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Contoh, nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan maupun ideologi yang sama.
4. Berstruktur, berkaedah dan mempunyai pola perilaku. ( Soerjono Soekanto, 1978:103 ).

Dari keempat syarat kelompok tersebut, terdapat dasar motif yang berbeda antara satu orang dengan yang lainnya; oleh karenanya kelompok sosial yang terbentuk–pun berbeda – beda dalam masyarakat. Untuk motif yang sama mendorong sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama pula yang pada akhirnya menjadi kelompok tersebut.
Dalam penelitian ini kelompok sosial yang dimaksud adalah lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ). Lembaga legislatif merupakan suatu lembaga politik yang dibentuk melalui Pemilu yang akan menjadi wakil – wakil dan menyuarakan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Budayawan Emha Ainun Najib berpendapat, “ Parpol yang berlomba merekrut artis menjadi caleg menunjukan adanya krisis kepercayaan Parpol “ ( Kompas, 27 / 2 /2004 ). Tapi Arswendo Atmowiloto bertolak belakang dengan pandangan Emha yang mengatakan: “ Ada krisis kepercayaan Parpol “, namun Arswendo melihat kepada personnya dengan mengatakan: “ Memang, rata – rata artis kita sudah terbiasa berjuang, tetapi memperjuangkan diri sendiri. Mana peduli mereka memperjuangkan kepentingan orang banyak, wong rumah saja gampang bongkar pasang. Habis kepentingannya, ya selesai “. ( Kompas, 27 / 2 / 2004 ).
Sementara itu politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana ( Harold Lasswell, 1958:113 ); pembagian nilai – nilai oleh yang berwenang ( David Easton, 1953;34 ); kekuasaan dan pemegang kekuasaan ( G.E.G. Catin, 1930:467 ); pengaruh ( Edward C. Banfield, 1961:75 ); tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau memperluas tindakan lainnya ( Michael Weinstein, 1971;365 ). Dan ia adalah kegiatan – yang dibedakan ( meskipun tidak selalu berhasil ) dari kegiatan ini – ekonomi, keagamaan, atletik, dan sebagainya. ( Dan Nimmo, 1993:8 ).
Ploitik, seperti komunikasi, adalah proses; dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Ini bukan pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang diucapkan, melainkan pembicaraan dalam arti yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar simbol / kata – kata yang dituliskan dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, dan pakaian. Ilmuwan politik Mark Roelofs mengatakan dengan cara sederhana : “ Politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat, kegiatan berpolitik ( “ berpolitik “ ) adalah berbicara. Ia menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik, dan bukan hanya dasarnya, ialah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antara orang – orang. ” ( Mark Roelofs, 1967:46 ).
Tidak semua calon anggota legislatif adalah politikus karier, hal ini terbukti dalam Pemilu 2004 ini yang ditandai gejala politik artis beramai – ramai menjadi calon anggota legislatif melalui organisasi peserta pemilu ( OPP )-nya masing – masing sebagai kendaraan politiknya.
Berkaitan dengan kehadiran calon anggota legislatif dari kalangan artis, Arswendo Atmowiloto mengatakan :
“ . . . karena terbiasa bermain dengan banyak peran, caleg pun akan mereka mainkan seperti peran – peran yang lain. Artinya, cuma “ seolah – olah “ sebagai caleg. Mereka akan sama baiknya membawakan peran si baik atau si jahat di Senayan tanpa harus menjadi bagian dari hidupnya. Dengan kata lain tanpa melibatkan perasaan bersalah atau semacamnya itulah “. ( Kompas, 27 / 2 / 2004:37 ).
Hal tersebut diatas terjadi karena artis tidak dapat membedakan antara realitas empiris dan realita panggung. “ Tidak ada niat serius benar – benar menjadi caleg dengan sejumlah sumber daya dan norma tertentu seperti diidealkan “. ( Arswendo Atmowiloto dalam Kompas, 27 / 2 / 2004:37 ). Selanjutnya dikatakan Arswendo bahwa, “ ketidakseriusan menjadi caleg di kalangan para artis ini menjadi karena tiadanya skenario yang tetap di Senayan, dari awal sampai akhir. Kalau dalam sinetron, mereka memainkan satu potongan – potongan skenario yang banyak berubah – ubah “.
John Cork, dalam komentarnya adalah Arnold Schwarzenegger terpilih sebagai Gubernur California mengatakan: “ . . . pesona pribadi hampir selalu lebih bermakna ketimbang politik, memiliki nama tenar lebih penting ketimbang mampu menjawab pertanyaan seputar isu kampanye. Jika ada seorang bintang, maka media akan melakukan apapun untuk meliput kampanye anda .“ ( John Cork dalam Time, 10 / 11 / 2003:4 ). Pernyataan tersebut benar. Dimanapun, tidak hanya AS, pemujaan selebriti menjadi semacam agama baru yang dianut dengan takzim. Kepercayaan itu menyebar dan membangun apa yang disebut Francesco Guardini sebagai “ bentuk kerajaan baru “, dan bintang film, olahragawan, musisi, model, dan supermodel menjadi raja dan ratunya.
Kalau diperbandingkan dengan kehadiran Arnold Schwarzenegger, maka dapat dikemukakan bahwa Schwazenegger seperti umumnya artis – artis dunia lain, punya perencanaan yang rapi dan orang – orang yang menyiapkan pidato – pidato politiknya. Sementara itu kondisi sumber daya manusia artis Indonesia adalah berbanding terbalik dengan kondisi artis diluar negeri.
Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Dalam pelaksanaanya akan memiliih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Untuk itu pada tahun 2004, akan dilangsungkan Pemilu yang mempunyai sistem yang berbeda dengan Pemilu yang telah pernah dilakukannya sebelumnya di Indonesia.
Perbedaan sistem Pemilu 2004 terletak pada sistem proporsional terbuka untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota; dan untuk memilih anggota DPD diterapkan sistem distrik dengan adanya banyak wakil yaitu empat orang wakil dalam satu distrik pemilihan. Kenyataan ini menyebabkan pemilih mengalami suatau kebingungan dan ketidaktahuan yang akan berakibat pada hasil Pemilu nantinya. Dapat dikemukakan beberapa potret buram pemilih menjelang Pemilu 2004 dapat diidentifikasi, antara lain :
1. Pengetahuan pemilih mengenai pemilu tidak memadai. Banyak pemilih kita yang tidak tahu apa itu DPD atau KPU. Tak sedikit pula yang tak menyadari bahwa Presiden dipilih langsung dan dalam pemilu sekarang kita juga memilih DPR, DPRD, dan DPD. Jika terhadap lembaga yang dipilih saja tahu, tak dapat pula diharapkan mereka mengetahui, apalagi menguji calon pemimpin yang mempengaruhi bulat lonjong negeri ini.
2. Mayoritas mereka juga apatis dan tidak yakin dapat mempengaruhi pemerintah. Kurang dari 20% pemilih yang menyakini bahwa dia dan orang lain sepertinya yang mampu mempengaruhi Pemerintah. Dengan besarnya jumlah apatisme itu, mayoritas pemilih merasa terasaring dengan persoalan yang melingkupinya. Karena apatis, mereka pun tak berupaya menjadikan Pemilu sebagai hari pengadilan untuk memperoleh pemerintahan yang lebih mampu.
3. Pemilih cenderung memilih karena kewajiban dan hak, bukan untuk mencari pemimpin yang lebih baik atau keadaan yang lebih baik. Dari data LSI ( lembaga Survei Indonesia ) tampak sekali bahwa mereka memilih dalam pemilu seperti melakukan ritual wajib saja ( 46.5 % ). Sedikit sekali yang menyadari bahwa pemilu dapat digunakan untuk memperjuangkan hidup agar lebih baik.
4. Pemilih cenderung mengharapkan hasil yang segera memberikan hasil dan memberikan jangka pendek. Mayoritas pemilih tak sabar dengan perubahan besar yang dibawa politik reformasi lima tahun terakhir. Tak heran, mayoritas pemilih sekarang sekitar 60 % menganggap Orde Baru lebih baik ketimbang sistem sekarang. Tokoh dari masa silam, yang pandai memanfaatkan sentimen publik yang sedang nostalgik ini, niscaya berpeluang kembali mentas politik nasional. Akibatnya Indonesia dapat kembali berjalan kebelakang, bukan ke depan.
5. Tujuh tahun dalam kesulitan ekonomi membuat mayoritas pemilih tak terlalu peduli dengan isu yang tak berhubungan langsung dengan kesulitannya saat ini. Bagi mereka ( 70 % ) yang penting harga sembako murah dan tak sulit mencari kerja. Berbagi isu yang penting fondasi negara modern, seperti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, hanya dianggap prioritas oleh sekitar masing – masing 5 % saja. ( Denny J.A. Jawa Pos, 22 / 1 / 2004 ).

Dengan adanya gambaram pemilih yang demikian , maka dalam sebuah penyelenggaraannya pemilu masyarakat demokrasi, orang sedikit banyak dapat menerima alasan, untuk adanya pemerintahan; paling tidak ia beranggapan, pemerintahan itu akan tetap ada. Mentalis demokratik itu tertuang dalam pandangan optimistik dan idealistik.

7. Definisi Operasional

Motivasi Politik dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai dorongan yang terdapat pada diri sendiri agar melakukan suatau tindakan tertentu, dalam mencapai suatu kepuasan atau tujuan politik; yakni memperoleh kursi di lembaga legislatif melalui rangkaian aktifitas politik dalam Pemilihan Umum ( Pemilu ).
Motivasi Politik dalam penelitian ini dijabarkan dengan indikator sebagai berikut :
- Adanya dorongan yang didominasi dari dalam diri sendiri dan didukung sebagian kecil dorongan dari luar dirinya,
- Untuk melakukan tindakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan pemilu,
- Dalam mencapai suatu tujuan politik tertentu yakni dalam meraih kursi dilembaga legislatif,
- Adanya aktifitas politik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu,
- Adanya kegiatan pemilu.

Artis dalam penelitian dijabarkan dalam indikator sebagai berikut :
- Seseorang yang berkecimpung dalam dunia seni yaitu pemain sinetron, teater, penyanyi, pembaca berita, foto model, pemain drama,
- Pecinta kesenian atau pengabdi seni.

Calon anggota legislatif adalah penelitian ini dijabarkan dalam indikator sebagai berikut :
- Artis yang diusulkan oleh partai politik,
- Artis yang ikut mencalonkan diri / dicalonkan untuk duduk menjadi anggota DPR / DPRD Dearah pemilihan Jawa Timur.

Artis dalam penelitian ini adalah orang – orang berkecimpung dalam dunia seni ( pemain sinetron, teater, sutradara, penyanyi, pembaca berita, foto model, pemain drama termasuk didalamnya yaitu pecinta kesenian atau pengabdi seni ).
Calon anggota legislatif dalam penelitian ini adalah semua artis yang diusulkan oleh partai politik, untuk duduk menjadi anggota DPR / DPRD pada pemilihan umum tahun 2004 Daerah Jawa Timur.








Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dari responden maupupn informan dapat dikemukakan tabel sebagai berikut :
Tabel 1
DAFTAR INFORMASI
No.
NAMA
ASAL PARTAI
PROFESI KEARTISAN
DAERAH PEMILIHAN
NO. URUT CALEG
1.
Anang Hanani
Golkar
Pemain Drama, Sinetron & Teater.
IX
10
2.
Soemarno Mochtar
Golkar
Pemain Drama & Film.
I
7
3
Sam Abede Pareno
Patriot Pancasila
Dramawan, Film, Skenario & Sutradara.
I
2
4.
Sri Nurida Marlena
Golkar
Penyanyi, Pelawak, Sinetron & Drama.
V
10
5.
Endang Sulastuty
Golkar
Pemain Sinetron & Production House.
III
2
6.
Ahmad Affandy
PAN
Programer & Tim Ahli Radio & Kepala Studio
VI
1
7.
Ayu Magie
Golkar
Penyanyi, Pembaca Berita, Pemain Sinetron & Drama.
IV
10
8.
Amnesti
Golkar
Pemain Sinetron
X
9
9.
Endang Winarni
Golkar
Peragawati, Foto Model, Drama, Sinetron & Film.
VIII
7
10.
Chusnul Huda Sholeh
PKB
Pemain Drama & Theterawan.
VI
3
11.
L. Soepomo SW
PDI – P
Theterawan, Pengamat & Pecinta Seni.
I
2
Sumber : Diolah penulis berdasarkan data informan yang diperoleh di lapangan.
Dari sebelas orang responden berbagai profesi keartisan, sesuai dengan ketetapan Komisi Pemilihan Umum atau KPU Pusat dan KPU Daerah Se – Provinsi hanya tiga orang yang sah menjadi anggota Legislatif berdasarkan perolehan suara yaitu : Achmad Affandy, L. Soepomo, SW untuk tingkat DPR – RI sedangkan Chusnul Huda Sholeh untuk DPRD Provinsi Jawa Timur.
Yang cukup menarik dan luar biasa khususnya wilayah Jawa Timur adalah yang terjadi pada Partai Golkar, bahwa dari keseluruhan artis yang berjumlah tujuh orang responden tidak ada satu orang pun yang berhasil menjadi anggota DPR atau DPRD, padahal partai Golkar merupakan partai pemenang pemilu tahun 2004. Partai Golkar sangat jelas merekrut artis sebagai caleg adalah untuk mendulang suara, dan jumlahnya lebih dari sepuluh orang.
Jika dilihat dari aspek nomor urut calon legislatif ( Caleg ) memang harus disadari serta dimaklumi bahwa kebanyakan caleg artis Partai Golkar adalah caleg nomor sepatu, kecuali Ibu Endang Sulastuty nomor urut dua. Caleg nomor urut dua yang dapat dikategorikan sebagai caleg jadi itu pun ternyata tidak jadi, apalagi yang masuk klasifikasi nomor sepatu. Kesemua artis dari calon legislatif partai Golkar tergabung dalam wadah departemen FSB ( Forum Seni Budaya ) DPD Golkar Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan dari dua puluh tujuh pertanyaan yang diajukan kepada para responden seperti tertera dalam kuesioner ternyata ada beberapa orang responden, malahan jawabannya keluar dari struktur pertanyaan yang telah ada sehingga akhirnya terbukti menceritakan pengalaman organisasi, pengalaman pribadi dan lain – lain. Akan tetapi jawaban itu masih dalam batas koridor thema atau judul penelitian ini dan masih dianggap relevan dengan permasalahan penelitian.

Dorongan untuk menjadi calon legislatif.

Dalam Pemilu 2004 ini anggota legislatif DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota / Kabupaten dipilih dengan sistem terbuka, artinya bahwa seorang caleg itu akan menjadi ataupun tidak, tidaklah ditentukan oleh daftar urutnya; karena pemilih dapat memilih secara langsung nama yang tersebut dalam daftar calon legislatif. Dengan demikian walapun walau posisinya di nomor urut nomer sepatu, namun kalau mendapat suara cukup untuk satu kursi legislatif, maka calon tersebut dapat menjadi anggota legislatif.
Selanjutnya dalam pertanyaan sekitar motivasi dari teorinya David Mc. Clelland dengan sebutan Need For Achievement yang esensinya ada tiga motive seseorang ingin melakukan sesuatu yaitu :
1. Motivasi untuk berprestasi.
2. Motivasi untuk berafiliasi dengan kelompok.
3. Motivasi untuk berkuasa.
Terdapat fenomena jawaban yang mendominasi yakni keinginan menjadi caleg utamanya karena dorongan agar bisa berafiliasi dengan kelompok. Lebih lanjut afiliasi dengan kelompok diukur dengan bergabungnya mereka dalam organisasi serta dapat menyalurkan aspirasi atau opini pribadi dalam kelompok, kemudian dibawa dalam diskusi atau fraksi atau paling tinggi yaitu rapat paripurna.
Sementara itu tiga calon responden artis menjawab bahwa motivasi politik menjadi calon legislatif dalam pemilu 2004 adalah motivasi berkuasa, selain itu ada juga adanya motivasi untuk mendatangkan uang yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk mempengaruhi kelompok atau orang lain. Selanjutnya terdapat juga motivasi sekitar masalah prestise / harga diri individu dan harga diri keluarga dan yang lebih luas lagi dari prestise / kredibilitas lembaga tempat naungannya masing – masing. Namun ada responden yang mengemukakan motivasinya untuk berprestasi dalam menjadi calon anggota legislatif, artinya jika nanti terpilih sebagai anggota dewan ia akan berbuat sesuatu demi rakyat, menjadi pengabdi rakyat dan mensejahterakan rakyat secara umum bukan hanya konstituennya saja. Pokoknya membuat terobosan atau ide agar ekonomi rakyat menjadi semakin baik.
Terdapat fenomena yang cukup menarik terhadap dorongannya untuk menjadi caleg yaitu dari salah seorang caleg Golkar menyebutkan di antara semua partai yang ada, partai Golkarlah yang banyak mewujudkan aspirasi seniman, walau kita ketahui bersama semua partai pollitik mengusung pola yang sama yakni mengklaim diri sebagai agen pembaharu dengan caranya masing – masing. Dari fenomena tersebut sebenarnya dapat diketahui bahwa dorongan responden tersebut untuk menjadi caleg adalah karena dorongan organisasi parpolnya yang cukup punya dorongan organisasi parpolnya yang cukup punya perjuangan di bidang yang responden selama ini digeluti, sehingga responden merasa perlu ikut terlibat didalamnya.
Sementara responden yang lain mengatakan bahwa pada awalnya tidak tertarik untuk mencalonkan diri, hanya mencoba meramaikan suasana reformasi saja, namun lama kelamaan termotivasi untuk berupaya walaupun bertentangan dengan hati nuraninya. Hal ini penulis pandang sebagai suatu dorongan yang muncul dari luar namun tidak ikut disertai dengan dorongan kuat yang ada pada diri responden; dan kemungkinan dorongan yang demikian hanyalah sekedar ikut – ikutan tanpa mempunyai suatu ambisi unutk menegakkan pesta demokrasi tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya responden yang dengan tulus mengungkapkan kurang respect terhadap pencalonannya oleh karena berawal dari ketidaksiapannya untuk menjadi caleg dan bahkan dapat dikatakan sebagai “ penggembira ” saja.
Salah seorang responden yang telah cukup memahami tugas yang harus diembannya nanti jika terpilih menjadi anggota legislatif dengan tegas mengatakan motivasinya adalah demi mengaktualisasikan apa yang telah diperolehnya selama ini, serta dalam rangka menyalurkan impiannya tentang kehidupan berpolitik di era demokrasi sekarang.
Berdasarkan jawaban responden terhadap dorongan untuk menjadi caleg tersebut ternyata dapat dikategorikan sebagai dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri sebagai dorongan yang kuat dengan segala eksistensinya yang melekat didalamnya, serta dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri. Hal ini akan membawa suatu konsekuensinya yang nyata terhadap semangat, niat yang sungguh – sungguh dan ambisi si caleg dalam setiap aktivitas selama masa rangkaian pemilu dari awal sampai akhir.
Terhadap pertanyaan seputar dorongan untuk menjadi caleg dalam pemilu 2004 ternyata jawaban para responden sangat variatif sekali. Jawaban yang mengemuka antara lain dapat disebutkan :
1. Supaya dapat mengaktualisasikan apa yang telah diperoleh selama ini,
2. Sebagai bentuk penyaluran obsesi tentang kehidupan berpolitik serta,
3. Sekedar ikut –ikutan dalam rangka untuk memenuhi kuota 30% perempuan dilembaga legislatif tanpa memperhitungkan nomor urut jadi ataupun tidak.

Tujuan yang ingin dicapai manjadi caleg.

Sementara itu terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk menjadi caleg sebagian besar calon sebagian besar responden hanya untuk menambah wawasan dalam dunia politik era demokrasi sekarang ini dan menikmati secara nyata prakteknya dengan terjun langsung ke dunia politik sera tujuan yang mulai sudah dalam tataran atas adalah panggilan hati nurani yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Hal inilah dalam kenyataan yang seringkali disangsikan oleh rakyat sendiri, karena kehidupan artis yang sangat jauh berbeda dengan kehidupan artis yang sangat jauh berbeda dengan rakyat kebanyakan, akankah artis nanti duduk sebagai anggota legislatif akan benar – benar memperjuangkan aspirasi rakyat?. Dalam perjuangan ini seringkali yang dirasakan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, apakah artis mampu berjuang untuk itu ?.
Terdapat dorongan yang sifatnya spesifik hanya untuk golongan / kelompok tertentu yakni kaum perempuan dalam hal ini seniman perempuan, dengan adanya keinginan memperjuangkan keterwakilan kaum perempuan di lembaga legislatif dimana selama ini seniman perempuan dianggap negatif, sehingga dengan menjadi anggota legislatif menjadikan perempuan lebih dihargai. Namun tujuan ini ternyata lemah karena responden menyatakan “ Jika nggak jadi ya nggak masalah mesti disyukuri. Suatu kehormatan jika dipercaya, sebenarnya tidak pantas menjadi wakil rakyat, namun diberi kesempatan melalui partai politik amanah rakyat jangan disia – siakan .” Nampaknya nuansa ini berkembang khususnya dikalangan caleg perempuan, karena adanya ketentuan peraturan perundang – undangan ( UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kota / Kabupaten serta DPD ) yang memberikan kuota 30% perempuan, sehingga calon yang muncul hanya pelengkap saja.
Berkaitan dengan untung ruginya menjadi caleg, responden sebagian besar tidak sekedar mempermasalahkan untung ruginya menjadi caleg, tetapi sebagai bentuk kepeduliannya terhadap perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Namun terdapat juga anggapan akan adanya keuntungan bagi lembaga dan profesi seniman itu sendiri secara pribadi dan juga untuk masyarakat karena suara rakyat perwujudan harapan – harapan ( ekspektasi ) mereka. Dengan demikian keuntungan itu adalah keuntungan bersama serta perjuangan demi bersama juga.

Tingkatan kebutuhan artis menjadi caleg.

Abraham Moslow mengatakan, terdapat lima kebutuhan manusia yaitu :
Tingkatan pertama adalah Fisik / Biologik; Tingkatan kedua adalah rasa aman; Tingkatan ketiga adalah rasa disertakan, rasa cinta dan aktivitas; Tingkatan keempat adalah rasa hormat; Tingkatan kelima adalah aktualisasi / realisasi diri.
Dalam hal pola tingkatan kebutuhan manusia sebagai mana yang dijabarkan oleh Abraham Maslow tersebut dikaitkan dengan kehadirannya menjadi caleg, sebagian besar responden baru sampai pada tingkat ketiga yaitu rasa disertakan, rasa cinta dan aktivitas sosial. Dengan berbagai alasan karena naluri budayawan sebagai salah satu bentuk kepedulian yang tinggi bagi negara, jadi kontribusinya bisa melalui atau dalam bentuk lomba nyanyi, lomba tari, dan lomba lawak serta bentuk peran serta lainnya.
Terdapat sebagian kecil responden yang karena dibesarkan dalam lingkungan politisi dan punya hobi berorganisasi, maka tetap bisa eksis sampai sekarang. Disamping itu ada jawaban yang unik dari hampir semua responden tentang 5 ( lima ) kebutuhan manusia dari Abrahanm Moslow adalah motivasi politik artis menjadi caleg pada tahun 2004 ini adalah untuk diri sendiri yang kemudian mengimplementasikan dengan berkecimpung dalam organisasi partai politik dan itulah jawaban yang paling dominan.
Tidak sedikit pula responden yang mengungkapkan keberadaanya menjadi caleg untuk memenuhi 3 ( tiga ) tingkatan sekaligus yaitu rasa aman, rasa disertakan, rasa cinta dan aktivitas sosial serta rasa hormat. Hal ini dikarenakan tingkat 2, 3, dan 4 tidak dapat dilihat secara parsial atau sendiri –sendiri tetapi secara simultan atau menyeluruh, oleh sebab itu tidak masuk akal jika hanya memilih salah satu diantaranya. Bahkan seorang responden juga melihat kehadirannya sebagai caleg untuk memenuhi rasa hormat sekaligus sebagi wujud aktualisasi diri, karena menurutnya tingkatan kebutuhan manusia 1, 2, dan 3, semua sudah terpenuhi dengan baik dan tidak punya halangan apapun.

Alasan parpol mencalonkan artis

Berkaitan dengan fenomena yang terjadi bahwa parpol bersemangat menjadi artis sebagai caleg, muncul berbagai pendapat baik dari kalangan artis itu sendiri meupun dari kalangan parpol yang mencalonkan. Kecenderungan yang terjadi bahwa menjadi cakeg khususnya dari artis hanya sebagai pengumpul suara ( vote getter ) karena sosoknya sebagai public figure. Namun terdapat parpol yang menentukan alasan direkrutnya artis menjadi caleg antara lain karena didasari oleh keinginan untuk mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya suara dari rakyat, yang ini dicermati akan dapat diperoleh salah satunya melalui pemunculan artis di dalam tubuh parpol untuk di jadikan caleg. Sebenarnya makna itu tidak lain adalah juga untuk menjaring suara atau istilah lain sering dikatakan sebagai “ penggembira ”, karena setelah ditelusuri lebih lanjut banyak dari kalangan itu sendiri yang masih kurang memahami visi dan misi dari parpol kubunya.
Hal ini terbukti dengan adanya pernyataan salah seorang responden sebagai: bahwa memang kebanyakan artis dijadikan objek. Jadi mereka direkrut hanya sebagai daya tarik, karna dia adalah public figure untuk kepentingan dibelakangnya dan itu memang terjadi, tetapi sekarang para artis tidak selalu dijadikan begitu. “ Selain mempunyai jiwa keartisan juga mempunyai semacam kredibilitas yang bagus untuk masuk di dalam dinia politik seperti Dede Yusuf dan Marisa Haque. Oleh karena itu mereka tidak hanya tampil dilayar TV atau pun panggung saja yang biasa, tetapi hal-hal yang berbau kepentingan rakyat muda-mudahan bisa melakukan. ( Hasil Wawancara tgl 19 Agustus 2004 dengan PAN dan hasil wawancara dengan partai Patriot Pancasila tgl 13 Agustus 2004).
Khusus mengenai visi dan misi bidang dan budaya secara umum para artis masih sangat kurang menguasai, oleh karena itu dilakukan sosialisasi melalui seminar, pendidikan, pagelaran, hiburan, dan sebagainya yang sifatnya meteri dan non materi sebagai bentuk kontribusi terhadap eksistensi partai dan tanggung jawab morilnya selaku kader partai yang sifatnya instan.
Berkaitan dengan kenyataan tentang adanya 2 ( kutub ) yang berbeda antara dunia seni penuh glamour dan dunia politik yang penuh intrik, para caleg tersebut seakan – akan hendak membuang jauh fenomena yang ada tersebut dengan menyatakan bahwa, pendapat tersebut kurang benar, dunia seni penuh dengan keindahan serta humanisme. KITSCH, yang artinya dunia selebriti bukan dunia artis, namanya artistik, estetika dan harmonis. Sehingga menggeluti dunia seni untuk terjun ke dunia politik adalah untuk mencoba ikut memberikan warna dalam politik, supaya indah harmonis agar politik tidak dipandang sebagai suatu yang kotor.
Banyak dari kalangan artis yang melihat bahwa dunia seni tidak dapat dipisahkan dengan dunia politik, karena politik itu adalah juga seni untuk menguasai apapun sesuai dengan keinginan kita, sehingga mendasari keinginan parpol tersebut untuk memunculkan wakil rakyat yang jujur serta berjuang maksimal, karena du dunia manapun akan selalu ada intrik – intrik. Oleh karena itu, kalau pun nanti akan menjadi wakil rakyat, maka dituntut harus dapat menjadi wakil rakyat yang berkualitas, jujur, berani memperjuangkan aspirasi rakyat dan mengabdi sepenuh hati kepada rakyat serta mampu menunjukkan prestasi cemerlang sesuai dengan visi dan misi partainya. Hal ini menjadi salah satu alasan juga bagi parpol untuk mencalonkan artis. Yakni kurangnya kader yang berkualitas dikalangan anggota parpol untuk di calonkan sebagai anggota legislatif.
Politik tidak benar menghalalkan segala cara, dalam hal apapun jika kita mau bisa saja bermain kayu. Kemunafikan memang bisa terjadi dimana – mana, tergantung manusianya dan juga bentuk – bentuk keseniannya termasuk settingnya. Betul sekali pendapat kebanyakan orang yang mengatakan bahwa mulut dengan hati tidak sama. Sebagai artis yang bergelut dengan didunia realistis saja penuh dengan perasaan dan pikiran yakni tidak mau dengan kebohongan, sementara dunia politik penuh dengan trik dan tipuan. Trik itu tidak fair sifatnya, oleh karenanya kita harus pandai milah – milahnya karena tdak semua benar tetapi tergantung artinya saja, yang pasti dan benar bahwa dalam politik tidak ada lawan dan kawan yang abadi – yang abadi adalah kepentingan; sehingga untuk meraih sebuah posisi sering menggunakan permainan yang kotor yang menyebabkan anggapan bahwa politik itu kotor, namun yang sebenarnya kotor itu pelakunya.
Seringkali masyarakat meragukan kualitas para caleg khususnya dari kalangan artis yang penuh kepura - puraan / pemain watak, atas pertanyaan ini jawaban responden variatif sekali dan sebagian besar mengatakan ketidak setujuannya. Banyak politikus yang bagus, yang berpendidikan namun tidak glamour atau sederhana, sebagai contoh Reni Jayusman, Nurul Arifin, dan Endang Sulastuti, sehingga tidak dapat digeneralisasikan.
Pandangan lain menyatakan: “ Pada saatnya nanti artis itu harus bermain watak atau berpura-pura sesuai dengan perannya masing-masing. Dan pada suatu masa lain juga mesti serius, kemudian pada saat menjadi caleg termasuk teman-teman lain juga termasuk serius mewakili masyarakat minimal masyarakat seni ”. Inilah bentuk keseriusan artis yang ingin mengokohkan eksistensinya didunia politik sebagai wakil rakyat yang tampil beda dengan bakat seninya, Walaupun dalam praktek kenyataannya kegiatan politik penuh dengan siasat, trik dan akal-akalan untuk mendapatkan kekuasaan. Apalagi salah satu fungsi politik adalah untuk memperoleh kekuasaan dan hal ini justru sangat populer, sehingga menjadi trade mark bagi kegiatan politik.
Selanjutnya untuk melihat wawasan sesuai politik para caleg artis tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemilu, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu dan tentang sistem multi partai pada pemilu 2004 ini ( ada 24 organisasi partai politik yang dinyatakan sah sebagai peserta pemilu oleh KPU ) dapat dikemukakan sebagai berikut :
Caleg artis menganggap keberadaan banyak partai adalah lebih baik karena masyarakat akan disediakan banyak alternatif, kepentingan masyarakat akan bisa tertampung dalam wadah politik yang sudah ada. Tetapi ketika ditanyakan khusus tentang UU No. 12 Tahun 2003 menyatakan sedikit memahami tanpa penjelasan lebih lanjut misalnya mengerti karena membaca, atau hanya sekedar mengetahui tanpa membaca lebih lanjut. Hanya sebagian kecil dari responden tersebut yang benar-benar menguasai materi UU No. 12 Tahun 2003 karena latar belakang pendidikan dan pekerjaan diluar bidang seni yakni sebagai pengajar di perguruan tinggi.
Secara garis besar hal ini mencerminkan adanya kekurang pahaman ataupun bahkan ketidak tahuan para caleg dari kalangan artis tersebut terhadap menteri muatan UU No. 12 Tahun 2003 yang merupakan aturan main dalam pemilu 2004 yang seharusnya dikuasainya.
Namun demikian secara umum,hampir semua caleg dari unsur artis menyatakan terlalu banyak partai yang ikut pemilu sehingga tidak efektif, dan tanggapannya mengenai UU No. 12 Tahun 2003 semua mengatakan pernah baca namun tidak faham atau kurang jelas. Kalau sudah seperti ini kejadiannya, andaikata mereka terpilih, apakah mau dan mampu memperjuangkan aspirasi konstituen pemilihnya ? Hal ini, ditambah kenyataan bahwa terdapat beberapa orang caleg yang mengatakan sudah mengeluarkan dana sampai lebih dari Rp 300.000.000,- ( tiga ratus juta rupiah ), ada lagi yang mengatakan hanya untuk keperluan pribadi seperti transportasi dan akomodasi, dan ada yang menjelaskan dengan lantang katanya sama sekali tidak mengeluarkan dana. Tetapi ada juga responden yang tidak mau spekulasi atau gambling dengan menjelaskan berapa yang diminta akan diupayakan asalkan bisa lolos, dan ada responden yang sampai tidak bisa menghitung pengeluaran dananya, sebab apa yang dimiliki selama memungkinkan untuk bisa membantu partai akan dilaksanakannya.
Inilah kenyataan adanya isue money politics atau politik uang yang terjadi dalam pencalonan anggota legislatif . Kondisi ini akan semakin memperburuk motifasi caleg, karena akan terkena erosi lunturnya idealisme sebagai wakil rakyat. Memang kita tidak bisa mengingkari adanya pepatah “ Jer Basuki Mowo Bea ” yang artinya tidak ada yang gratis dalam memperoleh keinginan kita, namun tidak diluar batas kewajaran yang berakibat pada persaingan yang tidak sehat melalui uang.
Muncul sebuah jawaban tulus ikhlas dikumandangkan oleh seorang caleg artis lain bahwa hal ini sah-sah saja, yang biasanya dilakukan oleh partai-partai besar serta beberapa gelintir orang saja dalam memberikan dukungan kepada partainya, misalnya memberikan kaos, membagikan kalender, korek api, makan gratis dan ongkos perjalanan dan lain-lain pemberian kepada rakyat dalam rangka memperkenalkan sekaligus mendapat simpati dalam meraih dukungan. Jika semua ini dilakukan masih dalam taraf kewajaran dengan tanpa mengurangi idealismenya dalam menjadi anggota legislatif itu sah-sah saja. Namun apa ada yang dilakukan tanpa pamrih, inilah yang ditemukan dilapangan sering kali orang berpikir untuk menjadi anggota legislatif karena nanti akan mendapat fasilitas yang menggiurkan dan mengangkat derajat kehormatan dirinya. Sehingga tidaklah mungkin semua biaya dikeluarkan dengan ikhlas tanpa pamrih.
Selanjutnya berkaitan dengan perkembangan demokrasi dan politik di Indonesia, responden mengharapkan kehidupan demokrasi yang sudah mulai bangkit ini dapat lebih berkembang ke arah yang lebih maju dengan memberikan kebebasan kepada rakyat untuk melakukan pilihan politik, artinya jangan sampai ada usaha mengintimidasi atau menakuti masyarakat untuk urusan pilihan politik, sehingga dapat menjamin hak politik warga negaranya.
Hal lain yang dikemukakan sebagai suatu keinginan adanya nuansa demokrasi yang lebih baik di era reformasi ini dengan harapan dapat melakukan tindakan nyata yang bermanfaat khususnya dikalangan artis :
1. Ingin membantu artis - artis senior dan tidak terpakai lagi.
2. Menolong Seniman Ludruk yang perlu dibantu melalui partai politik induknya.
3. Tetap berada pada induk partai sampai pemilu periode mendatang.
4. Upaya nyata untuk memperhatikan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik bagi kalangan artis yang sudah lanjut usia.
Lain halnya dengan responden yang mempunyai latar belakang profesi lain didunia pendidikan, menyarankan cukup tiga hal saja yang perlu direvisi ke depan yakni :
1. Membatasi jumlah partai, tidak seperti sekarang.
2. Pemilihan Presiden cukup satu putaran saja.
3. UU No. 12 Tahun 2003 perlu direvisi sehingga menjadi sederhana.
Demokrasi indonesia sebaiknya dijalankan sesuai dengan konsep demokrasi yang benar, sebab pada tahun 2004 ini merupakan momentum demokrasi di Indonesia. Seperti kita ketahui bersama, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbuda ya religius. Perkembangan demokrasi merupakan realitas keadaan masyarakat Indonesia sekarang ini. Tahap awal ini belum mengarah sampai kesana. Paling tidak pada tahapan ini pemilu sedang berjalan menuju demokrasi yang diinginkan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

PENUTUP
Kesimpulan :
Sebagai kesimpulan dari tulisan dapat disarikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Motivasi politik artis menjadi anggota legislatif Daerah Pemilihan Jawa Timur dalam Pemilihan umum 2004 adalah berkuasa, di samping itu ada juga yang hanya ikut-ikutan saja untuk meningkatkan popularitasnya akibat pengaruh media yang selalu memberitakannya.
2. Partai politik berusaha mencari artis untuk dijadikan calon anggota legislatif dikarenakan di dalam masyarakat sedang terjadi krisis kepercayaan pada parpol berusaha untuk menarik massa dengan menggunakan publik figur yang cukup terkenal yakni dari kalangan selebritis. Alasan lain dari perekrutan artis oleh parpol untuk menjadikan calon anggota legislatif karena kurangnya kader partai yang berkualitas.

Saran - saran :
1. Kepada artis yang berkeinginan menjadi anggota legislatif diharapkan meningkatkan kemampuan intelektual, kepekaan terhadap fenomena dan aspirasi yang berkembang di masyarakat serta kualitas berpolitik secara benar dan jujur.
2. Bagi parpol yang akan merekrut artis untuk menjadi calon anggota legislatif, diharapkan membuat suatu standarisasi kualitas dangan menggunakan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga akan diperoleh calon yang sungguh-sungguh berkualitas di bidanhnya masing-masing.
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kualitas atau bobot para artis setelah menjadi anggota legislatif sebagai bentuk monitoring dan tanggung jawab parpol terhadap keberadaan artis di lembaga legislatif, sebab keingin-tahuan masyarakat sangat besar terhadap para wakilnya dari kalangan artis tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adam Ibrahim Indrajaya, 1983, “ Perilaku Organisasi ”, Sinar Baru, Bandung
Andrew Sargent, 2001, How To Motivate Peaple, British, London,
Arnold Steinberg, 1984. Kampanye Politik Dalam Praktek, Jakarta, PT. Intermasa
Arthur F. Banfield, 1967 The Process of Government, The Belknap Press of Harvard University Press, Cambbrige, Mass,
Dan Nimmo, 1993. Komunikasi Politik – Komunikator, Pesan , dan Media, Bandung, Remaja Rosdakarya,
David Easton, 1953, The Political System, Alfred A. Knopf, New york,
Edward C. Banfield, 1961, Political Influence, The Free Press of Glencoe, New York,
G.E.G. Catlin, 1930. A Study of Principle of Politice, New York Macmillan,
Harold Lasswell, 1958. Politics: Who Gents What, When, How, New York, Meridian Books
Hugo F Reading, 1986. Kamus Ilmu-ilmu Sosial, terjemehan
Koirudin, Profil Pemilu 2004, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Mark Roelofs, 1967, The Language of Modern Politics, The Dorsey Press, Homewood, III
Michael Weinstein, 1971. Philosophy, Theory and Method in Contemporary Political Thought, scott, foresman and Co.,Glenview, III,
Onong U. Effendy, 1989, Kamus Komunikasi, Bandung, Mandar Maju
Soerjono Soekanto, 1987. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta,
Sudarwan Danim, 2004. Motifasi Kepemimpinan dan Efektifitas Kepemimpinan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
W.A. Gerungan, Psichologi social, PT. Eresco, Bandung, 1983.

Surat Kabar dan Majalah :

1. Harian Kompas, 27 Februari 2004.
2. Harian Kompas, 11 Maret 2004.
3. Harian Kompas, 14 Maret 2004.
4. Harian Jawa Pos, 22 Januari 2004.
5. Majalah Time, 10 Nooember 2003.

Baca selengkapnya...

Selasa, 01 April 2008

LAPORAN HASIL KERJA PROGRAM / KEGIATAN DAN MITRA KERJA DINAS KOMINFO SE – PROVINSI SULAWESI UTARA

Rapat Koordinasi ( Rakor ) se-jajaran Dinas Komunikasi & Informatika Provinsi Sulawesi Utara dilangsungkan pada tanggal 26 Maret 2008, hari Rabu dari pukul 10.00 – 15.00 WITA. Pesertanya adalah Kadis Kominfo Prov. Sulut Drs. A.J Tumengkol, Wakadis Kominfo Prov. Sulut Arnold Pangkey, S.H, 5 orang Kabid dan para Eselon IV Dinas Kominfo Se – Provinsi Sulawesi Utara, para Kadis Kominfo Kab / Kota , para mitra kerja diantaranya : PWI Sulut, RRI, TVRI, BPPI Wilayah VIII Manado Depkominfo, utusan dari TNI-AU, utusan TNI – AL, utusan TNI – AD, utusan Polri ( Polda sulut ), Balmon Kelas 2 Manado, dan unsur Pers kurang lebih 60 – 70 orang.
Pembukaan dan kata sambutan sekaligus mengawali pertemuan rapat koordinasi tersebut dilakukan oleh Kadis Kominfo Prov. Sulut Drs. A.J Tumengkol, intisari kutipan yang paling urgent menurut penulis adalah :
1. udah sampai sejauh manakah kontribusi kita sejak menjabat sebagai Pimpinan (KADIS) ?Adakah peningkatan kualitas atau kuantitas dalam Bidang Komunikasi dan Informatika ? serta apa yang sudah saya perbuat ?
2. Hal apa saja yang bisa dilaksanakan didaerah baik secara parsial atau comprehensive lakukan saja.
Misalnya :
- Pertunjukan Rakyat
- Media Tradisional
- Konferensi Pers Secara Rutin
- Dialog Interaktif
- Pembentukan KIM
- Komunikasi Sambung Rasa
- Kelompok Tani / Nelayan
- Dan Lain – lain.
3. Pembahasan Program / Kegiatan ini penting dalam Tahun 2008 yang nanti akan dipersentasikan oleh masing – masing Kepala Bidang saya, boleh kita sharing dan tukar – menukar informasi.
4. Selanjutnya presentasi makalah dari masing – masing Kepala Bidang, antara lain :
a. Kepala Bidang Humas dan HAL (Hubungan Antar Lembaga ).
b. Kepala Bidang Pengembangan Komunikasi .
c. Kepala Bidang Pembinaan / Pengawasan dan Kegiatan.
d. Kepala Bidang Pos dan Telekomunikasi.
e. Kepala Bidang Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika.

Acara selanjutnya dari sekertariat WOC (World Ocean Conference) Tahun 2009 Dr. Deisy Mantiri, DEA yang menyatakan gagasan pencetusan WOC 2009 oleh Gubernur Sulut Bpk Drs. Sinyo H. Sarundajang, yang diutarakan pada tanggal 12 – 13 Desember 2005 saat perjalanan Manado – Miangas.
Kenapa Provinsi Sulawesi Utara layak dijual karena :
1. Dari 92 pulau terluas yang ada diseluruh wilayah Indonesia, pulau terluas tersebut ada di Sulawesi Utara.
2. Ada juga Gunung Api bawah laut yang ada di Kab. Sitaro .
3. Adanya fosil – fosil hidup ( peninggalan sejarah ) di Kab / Kota, mau pun di Manado sendiri.
4. Berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu kota DAVAO Philipina Selatan .

Kemudian Ibu Dr. Deisy Mantini, DEA katakan selanjutnya laut dan hutan sebagai sebuah ekosistem perlu dijaga keseimbangannya, kecintaan terhadap lingkungan perlu di Blow – Up jadi jangan nanti ketika berlangsungnya acara kita Blow – Up masalah illegal logging, illegal fishing, serta demo – demo / unjuk rasa yang bisa merugikan nama daaerah dimata Internasional. Ketika ada tamu kita mesti saling membantu jangan mengekspose hal-hal yang dapat merusak citra menjelang dan saat berlangsungnya WOC tersebut.
Yang diharapkan dalam WOC 2009 adalah sebagai berikut :
A. Jaga Keamanan dan Ketertiban
B. Kebersihan Lingkungan
C. Tingkatkan SDM
D. Image (citra) perlu dipelihara
E. Perlu sosialisasi yang berkesinambungan

Istilah MICE :
- Meeting
- Incentive
- Convention
- Exhibition

- MULOK : Muatan Lokal
- CTI (Coral Triangle Intiative) Side Event, WOC 2009 and CTI Summit.
- Side Event
1. Simposium Ilmiah dari organisasi lingkungan dan kelautan dunia di Kaiwatu.
2. Pameran IPTEK dan Industri
3. Penetapan Taman Laut Bunaken sebagai warisan Dunia oleh UNESCO.
- http://www.sulut.go.id/
- WOC Tahun 2009 hendaknya jadi tuan rumah dinegeri sendiri.
- Sekertariat WOC 2009 ada membagikan CD bagi Kadis Kominfo Kab/Kota dan mitra kerja dalam rangka turut menyukseskan acara yang berskala internasional tersebut tanggal 11-15 Mei 2009.

­Masukan – Masukan :
- Materi WOC 2009 hendaknya dimasukkan dalam kurikulum sekolah – sekolah (Kadis Infokom Kab. Sitaro)
- WOC 2009 berkaitan dan berdekatan dengan Pemilu 2009, apakah tidak menggangu ? (Kadis Infokom Manado)
- Pmbangunan Media Center, hendaknya Dinas Kominfo Kab/Kota mengaktifkan fungsional Pranata Dinas seperti Jupen zamannya Deppen dulu ! (Wakadis Kominfo Sulut)
- Dasar Hukum WOC 2009 Keputusan Presiden sementara MKPD 2010 PERDA, apakah korelasinya ? dan WOC 2009 bisa bersinergi dengan BPPI Wilayah VIII Manado DepKominfo karena ada penelitian Tahun 2008 yang berhubungan langsung dengan WOC 2009.
- Kepres No. 23 Tahun 2007 Tanggal 15 November 2007 tentang WOC Tahun 2009.

Joke Ala Drs A.J Tumengkol :

- Ada lagi yang hadir disini pakai pangkatlah atau ada bintang – bintang segala, mungkin dulunya orang Perhubungan kali !!!
- Protokol sebaiknya gak usahlah dibacakan titel atau gelar malu kita sudah tidak zamannya lagi, banyak disini yang sudah bergelar M.SI dan Doktor kalau Drs. atau S.H tidak berarti atau nyandak ada gunanya.
- Mana bagian kepegwaian itu ?
Tolong bacakan absentnya sebab ada tanda tangan gak ada orangnya, jumlahnya tidak sesuai dengan yang hadir, setor muka lalu hilang begitu saja.
- Ayo silahkan kalau mau merokok, setelah agak siang yang bersangkutan berceloteh lagi “ cepat itu so lapar torang ini “..
- Hadirin yang hadir banyak yang tersenyum bahkan tertawa, itulah adanya plus minus torang pe pimpinan (Bos).

Baca selengkapnya...

Bagaimana penilaian Anda terhadap tulisan-tulisan saya ini ?

Terjemahkan tulisan ini dalam Bahasa Inggris (In English)